Suasana lokakarya saat berlangsung. (Foto: Istimewa) |
NET - Merespon adanya berbagai perubahan yang terjadi pada
pengelolaan akreditasi perguruan tinggi yang dikeluarkan Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi, Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti)
Banten mengadakan kegiatan loka karya dengan tema "Akreditasi 9 kriteria
dan sosialisasi BNSP" yang digelar di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH)
Painan Serang, Kamis (12/3/2020).
Didi Wandi sebagai ketua pelaksana lokakarya mengatakan dalam
perkembangannya, substansi dan fokus borang akreditasi berubah dari tujuh standard
menjadi sembilan standar atau sembilan kriteria, pembobotan berubah dar input oriented
menjadi process and outcome oriented.
Perubahan dokumen dan
pembobotan ini, kata Didi, diikuti dengan perubahan sistem administrasi
menjadi berbasis online process, SAPTO untuk AIPT. Perubahan-perubahan yang
signifikan tersebut sudah diterapkan sejak Oktober 2018.
Didi Wandi berharap program yang diadakan oleh Apperti
Banten dapat mendorong pemahaman dan strategi pimpinan dan penjaminan mutu baik
di institusi maupun di tingkat regional sehingga dapat membantu anggota dalam
persiapan akreditasi program studi dan meningkatkan pencapaian akreditasi
seluruh program studi yang ada di perguruan tinggi di Banten.
"Ini adalah bentuk program kerja yang menyentuh
langsung kebutuhan perguruan tinggi terkait akreditasi institusi maupun program
studi. Lokakarya ini diikuti seratus satu peserta yang berasal dari berbagai
perguruan tinggi di Banten. Kami berharap setelah kegiatan ini berlangsung,
konsep akreditasi yang berupa sembilan standar atau sembilan kriteria dapat
dipahami oleh seluruh stake holder yang ada di perguruan tinggi di
Banten," jelasnya.
Dalam kegiatan lokakarya tersebut diadakan Memorandum of
Understanding (MoU) antara Apperti Banten dengan Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP) dan BP Jamsostek Kanwil Banten.
Ketua Apperti Banten Patwan Siahaan bekerjasama dengan BNSP
untuk mendorong agar semua perguruan tinggi di Banten memiliki Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP). Ini dilakukan dalam rangka menunjang kebutuhan semua
lulusan dari perguruan tinggi agar dapat terserap dunia usaha dan dunia
industri (DU-DI).
Wakil Ketua BNSP Miftakul Azis menjelaskan Sumber Daya
Manusia (SDM) tenaga kerja di Indonesia pada tingkat produktivitas dan daya
saing masih berada di bawah beberapa negara di ASEAN, seperti Malaysia,
Vietnam, Thailand, dan Singapura. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan
terutama pemerintah harus lebih fokus pada pembangunan SDM ini.
"Jika kita mampu meningkatkan produktivitas dan daya
saing maka kita akan menjadi negara yang memiliki nilai tawar kepada
industri-industri agar mau berinvestasi di Indonesia. Tentu hal itu akan dapat
membuka lapangan kerja," paparnya.
Dengan itu, pihaknya pun turut mendorong pembangunan SDM ini
dengan memfasilitasi agar lulusan perguruan tinggi, selain memiliki ijazah juga
memiliki kompetensi. "Dan tentunya tidak cukup dengan kompeten, tetapi
juga harus memiliki sertifikat kompetensi. Karena berdasarkan Undang Undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja kompeten itu berhak
mendapatkan bukti kompetensi," jelasnya.
Selain bekerjasama dengan BNSP, MoU dilakukan dengan Badan
Penyelenggara Jaminal Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) terkait
perlindungan kepada para pendidik di perguruan tinggi. Deputi Direktur Wilayah Banten BP Jamsostek Eko Nugrianto
berharap kerjasama yang telah dibangun ini dapat memaksimalkan perlindungan
kepada para pendidik maupun karyawan di perguruan tinggi.
"Kerjasama yang telah dilakukan ini berupa perlindungan
sosial kepada karyawan dan dosen di perguruan tinggi. Selain itu sosialisasi
kepada seluruh pengelola kampus terkait pentingnya BPJS Ketenagakerjaan dalam
pengelolaan perguruan tinggi dapat terlaksana dengan harapan informasi tersebut
terdileveri kepada mahasiswa yang yang merupakan calon tenaga kerja di masa
depan," jelasnya. (*/rls)
0 Comments