Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Dianalisis, Pejabat Bermain Dalam Pembangunan Gedung DPRD Kota Tangsel

Gedung DPRD Kota Tangerang Selatan. 
(Foto: Istimewa/JN) 



Oleh:  Jajang Nurjaman

KOTA TANGERANG SELATAN (Tangsel) menjadi kota terparah yang terjangkiti virus Corona atau Covid-19, tercatat sampai pada 25 Maret 2020 terdapat 15 kasus.

Hal ini bukan tanpa sebab, karena selama ini kerja pejabat Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) memang bobrok. Padahal dengan Anggaran Pendapatan dan Biaya Daerah (APBD) Kota Tangsel yang mencapai Rp 3,9 triliun dengan porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya mencapai Rp 2 triliun pada tahun anggaran 2020, menunjukan daerah ini sangat kaya, karena dana bantuan dari pusat hanya Rp 838,2 miliar.

Kota Tangsel dalam segi keuangan tidak seperti daerah lainnya, khususnya di Provinsi Banten, yang masih mengandalkan dana perimbangan alias bantuan dari pusat. Namun sayang potensi APBD Kota Tangsel yang cemerlang ini tidak diimbangi dengan kinerja pejabatnya. Mulai dari Walikota Airin Rachmi Diany hingga Wakil Walikota Benyamin Davnie, serta pejabat lainnya, kebijakan yang mereka buat selama ini diduga bocor seperti air mengalir deras sekali.

Berdasarkan investigasi Center for Budget Analyisis (CBA), pos belanja Kota Tangsel yang diduga banyak yang dibocor, ada pada pos belanja modal. Banyak mega proyek yang dibuat pada era penguasa Tangsel yakni, Airin dan Benyamin Davnie namun dalam pelaksanaannya banyak bermasalah. Hal ini mulai dari dugaan mark up, kongkalikong dengan swasta, dan berdampak mangkraknya banyak proyek.

Sebagai contoh, proyek pembangunan gedung DPRD Kota Tangsel tahap 3 yang dilaksanakan tahun anggaran 2017. Proyek bernilai Rp 36,5 miliar ini diduga kuat dibumbui kongkalikong oleh oknum Pemkot Tangsel dengan swasta. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

Pertama, dalam proses lelang terdapat 59 peserta, namun Pemkot Tangsel hanya meloloskan dua perusahaan saja dalam tahapan evaluasi harga. Perusahaan yang lolos ini adalah PT Total Cakra Alam (TCA) dan PT Citra Agung Utama (CAU). Padahal sesuai aturan lelang harusnya ada tiga perusahaan yang mengajukan tawaran harga dan kemudian dipilih yang paling efisien.

Kedua, pihak Pemkot Tangsel memenangkan PT Citra Agung Utama  yang beralamat di Jalan Khairil Anwar No. 31 Banda Aceh.  PT CAU mengajukan nilai kontrak sebesar Rp 35,1 miliar, angka ini lebih mahal dibandingkan ajuan dari PT TCA senilai Rp 34 miliar.

Terakhir, karena diduga proses lelang hanya formalitas belaka pada akhirnya dalam pekerjaan proyek dilaksanakan asal-asalan. Ditemukan kekurangan volume pekerjaan pada pengecatan Penutup Zincalurn Sirip, ACP, dan UPS Type Daya 15 KVA. Kekurangan volume pada tiga pekerjaan ini bernilai Rp 328.886.738.

Hal ini jelas melanggar:  1. Surat perjanjian kontrak. 2. Perpres No. 54 tahun 2010 dan perubahannya yang dijelaskan dalam pasal 6 point f) tentang etika yang menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran uang negara.

Berdasarkan temuan di atas, CBA mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi untuk segera memanggil dan memeriksa Walikota Airin Rachmi Diany dan Wakil Walikota Benyamin Davnie serta Kelompok kerja dan Pejabat Pembuat Komitmen proyek pembangunan gedung DPRD tahap 3. (***)

Penulis adalah Koordinator Center For Budget Analysis (CBA).


Post a Comment

0 Comments