Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pengacara: Tidak Tepat Dokter Insani Dijadikan Tersangka Oleh Polisi

Dokter Insani Zulfah Hayati (kanan)
saat bertugas di Posko sebagai tim medis.
(Foto: Istimewa) 


 

NET - Penetapan tersangka dokter Insani Zulfah Hayati yang menjadi tim medis di Masjid Al Falaah oleh penyidik Polda Metro Jaya dinilai tidak memperhatikan nilai-nilai etik profesi kedokteran yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

“Kurang tepat penyidik menetapkan dokter Insani Zulfah Hayati sebagai tersangka,” ujar Gufroni, SH MH, kepada wartawan melalui Siaran Pers yang diterima Redaksi TangerangNet.Com, Kamis (17/10/2019).

Kuasa Hukum dokter Insani, Gufroni dari Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyebutkan di dalam Pasal 66 UU tersebut ditegaskan terhadap dugaan pelanggaran undang-undang seorang dokter yang sedang menjalankan tugas profesinya diadukan dan diputuskan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Terlebih lagi, kata Gufroni, telah ada Kesepahaman (MOU) antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kapolri tahun 2017 terkait dokter yang dilaporkan kasus pidana, yang mana MOU tersebut tindak lanjut dari UU Praktik Kedokteran. Apalagi dokter Insani merupakan salah satu anggota atau member dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), organisasi para dokter bernaung.

Menurut penuturan kliennya, imbuh Gufroni, dokter Insani di Masjid Al Falah konteksnya sedang menjalankan tugas profesinya sebagai dokter yang memberi pengobatan kepada pelajar yang terluka karena aksi unjuk rasa, termasuk mengobati Ninoy Karundeng di dalam masjid Al Falah.

Seorang dokter yang sedang menjalankan tugas profesinya, kata Gufroni, dilindungi secara hukum oleh UU Praktik Kedokteran. Hal serupa juga berlaku pada profesi wartawan dan advokat, tidak dapat dipidana jika sedang menjalankan tugas profesinya masing-masing.

Kuasa Hukum berharap kepolisian meninjau kembali penetapan tersangka tersebut dan membawa laporan kasus tersebut terlebih dahulu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) untuk diproses ada tidaknya pelanggaran profesi kedokteran yang dilakukan dokter Insani.

“Jika MKDKI memutuskan ada pelanggaran etik profesi, kuasa hukum mempersilahkan proses hukum berjalan. Tetapi jika MKDK memutuskan tidak ada pelanggaran, dokter Insani harus dibebaskan dari segala sangkaan atau tuduhan,” ungkap Gufroni yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (FH UMT) itu. (*/rls)

Post a Comment

0 Comments