Drs. Syafril Elain, SH (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
PERDEBATAN antara adanya perbuatan curang dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 terus ramai dibicarakan terutama
dari partai politik pengusung Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan
Sandiaga Salahuddin Uno (02) dan para simpatisannya. Sementara dari Pasangan
Calon Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin (01) tentu membantah adanya
perbuatan curang. Bahkan dari kalangan 01 menebar sayembara denga hadiah Rp 100
miliar bila bisa dibuktikan adanya perbuatan curang.
Penulis ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa perbuatan
curang tersebut bisa dibuktikan bila mana ada proses hukum melalui mekanisme
yang ada. Perbuatan curang tersebut tidak bisa dibuktikan hanya dalam diskusi
dan perdebatan, apalagi sayembara.
Perbuatan curang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI)
adalah: curang berarti tidak jujur;
tidak lurus hati; tidak adil.
Nah, soal curang tersebut dalam penyelenggarakan Pemilu 2019
menjadi ranah Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI). Bahkan anggota
Bawaslu RI Rahmat Bagja mengingatkan masyarakat agar melaporkan temuan dugaan
pelanggaran Pemilu 2019 ke Bawaslu, usai memviralkannya di media sosial
(medsos).
Justru yang menjadi pertanyaan penulis adalah: adakah sosialisasi
disampaikan oleh Bawaslu sesuai tingkatannya kepada khalayak ramai atau kepada
para pemilih tata cara pelaporan dugaan pelanggaran Pemilu? Kalau Bawaslu hanya
mengimbau sementara tidak pernah dilakukan sosialiasi tata cara pelaporan,
bagaimana warga mau melapor?
Terlepas dari ada dan tidaknya Bawaslu melakukan
sosialisasi tentang pelaporan dan perbuatan curang, penulis ingin memberi
masukan kepada warga tentang tata cara pelaporan agar bisa bertindak dan
melaporkan kepada Bawaslu tentang dugaan perbuatan curang Pemilu tersebut.
Pedoman untuk pelaporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu
2019 mengacu ke Undang Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penangangan Temuan dan Pelaporan
Pelanggaran Pemilihan Umum.
Mengenai pelanggaran Pemilu diatur dalam UU RI No. 7 tahun
2017 pada Bagian Kesatu Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu pasal
454 ayat (3) Laporan pelanggaran Pemilu merupakan laporan langsung Warga Negara
Indonesia yang mempunyai hak pilih, Peserta Pemilu, dan pemantau Pemilu kepada
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten dan Kota, Panwaslu Kecamatan,
Panwaslu Kelurahan dan Desa, Panwaslu Luar Negeri, dan/atau Pengawas TPS
(Tempat Pemungutan Suara-red) pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu.
Ayat (4) Laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis dan paling sedikit
memuat: a. nama dan alamat pelapor; b. pihak terlapor; c. waktu dan tempat
kejadian perkara; dan d. uraian kejadian.
Ayat (6) Laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui terjadinya
dugaan pelanggaran Pemilu.
Pasal 8 Ayat (1) Laporan yang diterima secara langsung di
Kantor Pengawas Pemilu yang dituangkan dalam formulir model B.1. Ayat (2)
Formulir peneriman laporan diisi berdasarkan keterangan Pelapor secara rinci
dan lengkap. Ayat (3) Dalam mengisi formulir penerimaan Laporan, Pelapor
melengkapi dan menyertakan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik dan/atau
kartu identitas lain.
Ayat (4) Pelapor menandatangani formulir penerimaan
Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu. Ayat (5) Petugas penerima Laporan membuat
tanda bukti penerimaan Laporan Dugaan Pelanggaran dalam 2 (dua) rangkap yang
dituangkan dalam formulir model B.3. Ayat (6) Petugas penerima Laporan
memberikan 1 (satu) rangkap tanda bukti penerimaan Laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) kepada Pelapor dan 1 (satu) rangkap untuk Pengawas Pemilu.
Penulis mengingatkan para pemilih bahwa suatu dugaan
terjadinya perbuatan pelanggaran Pemilu baik yang dilakukan oleh penyelenggara
Pemilu maupun setiap orang ada batas waktunya. Hal itu, penulis sudah tampilkan
di atas pada pasal 454 ayat (6) dengan batas waktu peristiwa atau kejadian
pelanggaran Pemilu paling lama 7 hari.
Pemilih atau warga harus paham dengan jangka waktu 7 hari
tersebut. Misalnya, hari ini Kamis, tanggal 2 Mei 2019 terjadi dugaan
pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh penyelanggara atau oknum tertentu. Orang
yang menyaksikan peristiwa tersebut langsung mencatat, mengambil gambar atau
merekam peristiwa tersebut sebagai bukti. Hal ini sebagaimana diatur dalam
pasal 454 ayat (4).
Setelah itu, pemilih atau warga sebagai pelapor datang ke
kantor Panwaslu atau Bawaslu sesuai tingkatan dengan membawa barang bukti dan
saksi. Nah, jangka waktu peristiwa
kejadian dugaan pelanggaran, dengan pelapor datang mengadu tidak lebih dari tujuh hari. Artinya, laporan
akan diterima bila masih dalam rentang waktu tujuh hari.
Bila lewat waktu tujuh hari, bisa jadi petugas di
Panwaslu dan Bawaslu menerima laporan tersebut tapi tidak ditindaklanjuti alias
tidak diproses. Hal ini diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penangangan Temuan dan Pelaporan
Pelanggaran Pemilihan Umum.
Pasal 12 ayat (1) Dalam hal Laporan Dugaan Pelanggaran
Pemilu yang belum memenuhi syarat formil dan/atau materil, Pengawas Pemilu
memberitahukan kepada Pelapor untuk memenuhi syarat formal dan/atau syarat
materil paling lama 3 (tiga) hari sejak Laporan diterima.
Ayat (2) Dalam hal Pelapor tidak memenuhi syarat formil
dan syarat materil dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Laporan diterima, Pengawas
Pemilu tidak meregisterasi Laporan Dugaan Pelanggaran.
Ayat (3) Dalam hal Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu yang
telah ditangani dan diselesaikan oleh Pengawas Pemilu pada tingkatan tertentu,
Pengawas Pemilu yang menerima laporan tidak meregistrasi Laporan Dugaan Pelanggaran.
Ayat (4) Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu yang tidak diregistrasi,
diberitahukan kepada Pelapor.
(5) Pemberitahuan Laporan yang tidak diregistrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan cara mengumumkan di papan pengumuman secretariat
Pengawas Pemilu dan/atau dapat memberitahukan melalui surat kepada Pelapor.
Bila laporan Anda tidak diproses karena jangka waktu
sudah lewat atau kadaluarsa, jangan salahkan pihak lain dalam hal ini Panwaslu
atau Bawaslu. Penulis merasa yakin mereka akan bekerja secara professional dan independen.
Mereka pun dapat dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika bekerja
tidak professional dan tidak independen.
Kini, tahapan Pemilu 2019 sudah sampai rapat pleno
terbuka rekapitulasi hasil perhitungan suara tingkat kecamatan, kabupaten, dan
kota. Kecamatan yang jumlah penduduknya padat dan jumlah Tempat Pemungutan
Suara (TPS) banyak sebagian masih dalam proses penyelesaian. Sedangkan di
daerah lainnya yang jumlah TPS-nya relative sedikit, sudah memasuki perhitungan
tingkat kabupaten dan kota.
Dengan demikian, bila terjadi dugaan pelanggaran pada
rapat pleno terbuka tingkat kecamatan, kabupaten, dan kota, masih ada waktu
untuk melaporkan. Sedangkan peristiwa dugaan pelanggaran saat pencoblosan pada
17 April 2019 bila belum dilaporkan, penulis memastikan sudah kadaluarsa.
Selamat mencoba. Pemilu jujur dan adil dambaan kita semua. (***)
Penulis adalah:
Ketua Panwaslu Kota Tangerang 2008-2009.
Ketua KPU Kota Tangerang 2009-2013
Anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) Banten.
0 Comments