Para korban yang tanahnya dirampas. (Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com) |
NET- Meski Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya
agar segera menyelesaikan sengketa tanah milik rakyat, namun hingga kini belum
tampak hasilnya. Kepala Sekretariat Satgas Saber Pungli Brigjen Polisi
Budi Susanto mensinyalir ada “invisibel hand” yang melindungi para perampas
tanah sehingga rakyat tak bisa mendapatkan haknya.
Pernyataan tersebut disampaikan Budi Santoso dalam
diskusi “Siap Laksanakan Instruksi Presiden Atas Perampasan Tanah Rakyat” di
Menteng, Jakarta, Kamis (30/5/2019).
Budi Santoso menjelaskan kasus perampasan tanah bermula
dari mental para perampas tanah yang tidak takut akan dosa untuk mengambil hak
orang lain dengan semena-mena. “Kalau mereka (Mafia tanah-Red) sadar yang dibawa mati hanyalah tanah ukuran satu
kali dua meter, tentu tidak ada yang berani melakukannya,” ujar Budi Santoso.
Budi memberi contoh kasus tanah Ketua Forum Korban Mafia
Tanah Indonesia (FKMTI) Supardi Kendi Budiardjo yang penanganannya
berlarut-larut. Sudah ditangani Mabes Polri turun lagi ke Polda, turun lagi ke
Polsek hingga kini tak kunjung selesai.
Menurut Ketua FKMTI Supardi Kendi Budiardjo, para korban
perampasan tanah banyak yang mengalami hal serupa. Meski sudah memiliki bukti
tidak pernah menjual lahannya, namun tanahnya dikuasai oleh pengusaha besar.
Drg. Robert membeli tanah bersertifikat dari lelang negara, namun dikuasaii
oleh konglomerat lewat pengadilan. Begitu juga yang menimpa Rusli Wahyudi di
kawasan BSD City Tangerang Selatan dan Sukra bin Meran di Kawasan Marunda
Center, Jakarta. Mereka tidak pernah menjual tanah tersebut namun tanah mereka
dikuasai oleh pengusaha besar.
“Para perampas tanah membeli tanah lewat pengadilan,
mereka tidak membayar pajak. Selain merugikan rakyat juga merugikan negara dan
bisa terjadi konflik antar warga jika tanah tersebut dijual kembali,” ungkap
Budiardjo
Karena itu, FKMTI mendorong pemerintah membentuk
pengadilan adhoc untuk mempercepat proses penyelesaian kasus perampasan tanah.
Desakan pembentukan pengadilan ad
hoc ditanggapi positif politisi Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) Sandy Nayoan .
Menurutnya, perampasan tanah bisa terjadi karena
kerjasama antara oknum pengadilan dan Korporasi. Jadi, rakyat akan selalu
kalah jika tidak ada terobosan dari Pemerintah untuk menyelesaikan kasus
perampasan tanah.
Sedangkan dari pihak KSP, Beathor Suryadi menjamin
Presiden Jokowi berkomitmen untuk menuntaskan kasus perampasan tanah.
"Presiden telah membuktikan berani menolak perpanjangan
HGU (Hak Guna Usaha) konglomerat karena akan membagikannya kepada rakyat. Jadi,
seharusnya presiden pun tak punya beban untuk menyelesaikan kasus tanah rakyat
yang dirampas konglomerat," tandasnya.(btl)
0 Comments