Pengurus FKMTI dan korban perampasan tanah mengadu ke Komnas HAM Jakarta. (Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com) |
NET- Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) bersama
sejumlah ahli waris korban mafia perampasan tanah di Indonesia umumnya dan di
Tangerang Selatan khususnya , Selasa (7/5/2019) mendatangi kantor Komisi
Nasional Hak Asazi Manusia (Komnas HAM) Jakarta. FKMTI mendatangi Komnas HAM
guna mendesak segera menyelidiki kasus-kasus perampasan tanah rakyat oleh para
pengembang perumahan.
Sekjen Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Agus
Muldya Natakusuma kepada TangerangNET.com, menyatakan hak untuk memiliki tanah
merupakan Hak Asazi Manusia yang dilindungi oleh Undang-Undang. Selain banyak
terjadi pada era Orde Baru, kasus pearampasan tanah juga banyak terjadi pada
era reformasi '98. Padahal Pemerintahan saat ini tengah gencar melaksanakan
program sertifikasi tanah untuk melindungi kepemilikan tanah rakyat.
"Sangat ironi jika Pemerintah saat ini mengabaikan
dan membiarkan rakyat yang dirampas tanahnya, berjuang sendiri puluhan tahun
dalam melawan para mafia dan perampas tanah di Indonesia," terangnya.
Agus menambahkan beberapa contoh tanah yang mengalami
perampasan di antaranya adalah, perampasan tanah milik Ibu Any yang sudah
disertifikasi namun dapat dirampas dengan Hak Guna Bangunan (HGB). Ada juga
tanah Ibu Hasinah yang tanahnya dirampas meski sudah Sertifikat Hak Milik
(SHM).
"Bagaimana mungkin kalau sudah ada HGB sebelumnya,
tapi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa mengeluarkan SHM? Apalagi SHM
asli tanahnya di Bintaro," ungkap Agus.
Kasus yang sama juga dialami oleh Engkong Sukra di
Bekasi, tanahnya yang awalnya seluas 2,7 hektar dikuasai oleh sebuah perusahaan
pengembang. Setelah mendapat protes dari berbagai pihak, akhirnya pihak BPN
bersedia mengukur ulang tanah tersebut, walaupun sempat dilarang oleh petugas
keamanan perusahaan pengembang tersebut.
"Untuk kasus di Bekasi, FKMTI merasa heran bagaimana
mungkin petugas negara bisa dikalahkan oleh petugas keamanan milik konglomerat
dan pengembang," ungkap Agus.
FKMTI berpendapat, sudah saatnya pihak Komnas HAM
melakukan investigasi ke lapangan dan mengungakap pelanggaran HAM ini secara
tuntas. Karena Komnas HAM ini sudah hampir 20 tahun usianya, sehingga sudah
seharusnya Komnas HAM memiliki kepekaan terhadap penderitaan masyarakat.
"Komans HAM itu jangan mudah percaya ketika melihat
kekuatan hukum tetap yang dimiliki perusahaan pengembang besar dalam soal
perampasan tanah milik rakyat. Investigasilah ke lapangan dan temui langsung
rakyat korban para mafia dan perampasan tanah jika Komnas HAM ingin mencari
kebenaran yang sebenar-benarnya," pungkasnya. (btl)
0 Comments