![]() |
Ir. Dido Hartono. (Foto: Suyitno/TangerangNet.Com) |
NET - Terdakwa Insinyur Didon Hartono, pengembang
perumahan Warga Kunciran Pinang, Kota Tangerang dan Soleh, pengusaha rumah toko
(Ruko) diseret oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang
Selatan (Tangsel) ke meja hijau. Sidang di hadapan hakim tunggal Sucipto, SH MH
di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang di Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang, Selasa
(16/4/2019).
Insinyur Dido Hartono dan Soleh didakwa melanggar pasal
13 A Peraturan Daerah (Perda) No. 6 tahun 2015 tentang mendirikan bangunan
tanpa dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Jalan Salak Raya Pamulang.
Sidang tindak pidana piring (Tipiring) dihadiri oleh Muksin
sebagai Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Tangsel dan tidak dihadiri jaksa
sebagai eksekutor.
Saksi Wira, anggota Satpol PP mengatakan melihat bangunan
yang sedang dikerjakan dan tidak ada plang IMB.
Saksi menanyakan perijinan bangunan kepada pekerja. “Tetapi
pekerja tidak mengetahui. Terdakwa Dido sebagai pemilik perumahan kluster
keselur
uhannya,” ujar Wira.
Sedangkan saksi H. Muhamad Safii mengatakan permohonan
permintaan perijina IMB belum masuk ke Dinas Penanaman Modal dan Perijinan. “Saya
sebagai Kasi (Kepala Seksi-red) verefikasi bagian memeriksa semua perijinan
yang diajukan pemohon,” ujar Safii di hadapan Hakim Sucipto.
“Terdakwa melanggar pasal 13 A Perda Nomor 6 tahun 2015.
Terdakwa belum punya ijin dan sudah membangun,” urai Hakim Sucipto.
Dido Hartono di hadapan Hakim Tunggal mengatakan, “Saya
membeli tanah berikut SHM (Sertifikat Hak Milik-red). Saya mengurus perijinan lewat anak buah saya
yang bernama Prabowo dan sudah memberikan uang sebesar Rp 600 juta. Ternyata
tidak diurus.”
Terdakwa Dido tidak tahu masalah Perda dan pasal yang disangkaan
oleh penyidik PPNS Tangsel. “Tiba-tiba, saya ditangkap Satpol PP,” ujarnya.
Oleh hakim, terdakwa Didon Hartono dinyatakan telah
terbukti secarah sah dan menyakinkan melanggar pasal 13A No. 6 tahun 2018 dan menjatuhkan
pidana kurungan 2 bulan penjara atau denda Rp 10 juta.
Sedangkan terdakwa Soleh, 65, warga Jakarta Barat yang
memiliki 3 buah Ruko di Jalan WR Supratman, kapling Cempaka Putih, Kota Tangerang Selatan. Soleh dituduh melanggar perijinan
penambahan bangunan Rukonya tanpa ada perijinan dari Dinas Tata Ruang dan
Bangunan. Terdakwa Soleh didampingi penasihat hukumnya Afnan Mahdi Alaltas, SH.
Penyidik PPNS Muksin yang menghadirkan terdakwa Soleh
ketika ditanya Hakim Cipto soal prasarana bangunan, tapi Muksin tidak bisa
menjawab. Muksin tampak kebingungan dan temanya pun tidak bisa menjawab.
Saksi Drs. Hendrik Pasangi, M Sc mengatakan tanah yang dibangun
adalah fasilitas social (Fasos) dan fasilitas umum (Fasum) untuk parkir.
Ketika membeli Ruko Fasos Fasum tidak termasuk ikut dibeli
karena sertifikat hak milik hanya tanah seluas ruko yang dibelinya.
Terdakwa Soleh membangkang, ketika bangunan disegel
terdakwa masih tetap membangun. Tanah yang dibangun juga tidak memiliki surat
tanah. Karena itu masuk fasos fasum dan tanahnya milik pemerintah.
Saksi Wira melihat penambahan bangunan ruko maju ke depan
dan diserahkan ke PPNS yang menangani. Saksi H. Muhamad Safii, Kasi Perijinan mengatakan
belum ada ijin penambahan bangunan dalam adminitrasi yang diajukan Soleh.
Bangunan tambahan 4 kali 13 di depan ruko Soleh yang diperuntukan
lahan kosong untuk parkir. Menurut Soleh,
bangunan yang disewakan ke Kimia Farma dan Rumah Makan Ayam Geprek.
Putusan Hakim Tunggal Cipto mengatakan mendirikan gedung di
Jalan WR Supratman, Tangsel terdakwa Soleh terbukti secara sah melanggar pasal
13 A dipidana kurungan 2 bulan atau denda Rp 10 juta. Bila tidak mampu membayar,
Soleh menjalani kurungan badan.
Selesai sidang, terdakwa Dido Hartono dan Soleh langsung
balik pulang ke rumah tanpa bayar denda maupun harus di kurung badan.
PPNS Kota Tangerang Selatan Suherman mengatakan tidak
pakai jaksa, ini kan Tipiring. “Yang diputus sidang hari ini bisa bayar besok,
kan ada waktu satu minggu,” ujar Suherman.
Ketika dijelaskan Suherman, sidang yang melanggar pasal
dan ada hukumanya harus pakai jaksa. Kalau terdakwa sudah diputus denda Rp 10
juta, kalau tidak mampu bayar harus menjalani kurungan 2 bulan.
“Siapa yang mau memasukan mereka ke penjara selama 2
bulan kalau tidak ada jaksa sebagai eksekutor,” tutur Suherman.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bambang, SH dari Kejaksaan Kota
Tangerang Selatan ketika dikonfirmasi sidang Tipiring tanpa dihadir jaksa ya, PPNS-lah
jadi jaksa. (tno)
0 Comments