Para penasihat hukum penggugat atau praperadilan seusai sidang tanpa kehadiran termohon. (Foto: Prayitno/TangerangNet.Com) |
NET - Polda Banten digugat melalui proses praperadilan oleh
Kantor Hukum Law Office Syuqron & Partners di Pengadilan Negeri (PN)Tangerang,
Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang. Praperadilan tersebut terkait penetapan tersangka DJ dan MY oleh
Polda Banten.
“Sudah dua kali dilaksanakan sidang, namun dari Polda Banten
belum yang datang untuk hadir,” ujar Diky Mirdiyan, SH LL M, kuasa hukum DJ dan
MY, kepada wartawan di PN Tangerang, Kamis (28/3/2019).
Dicky Mirdiyan mengatakan pihaknya mengajukan permohonan
praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang pada 12 Maret 2019 dengan no
04/pid.pra/2019/PN TNG.
“Sampai saat ini, tanggal 28 Maret termohon belum hadir ke
persidangan. Sidang dibuka tanggal 25 Maret lalu. Tetapi termohon dari
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten belum hadir,” ungkap Dicky.
Dicky mengatakn sebagai kuasa hukum para pemohon DJ dan MY
berharap supaya perkara ini cepat disidangkan supaya ada kepastian hukum dan
keadilan.
“Klien kami diduga melakukan tindak pidana memalsukan surat
yang dianggap palsu oleh pelapor. Dugaan tindak pidana tersebut sudah
kedaluwarsa. Karena terjadinya pada tahun 1981,” ucap Dicky.
Sebenarnya, kata Diky, masalah ini sudah dilakukan upaya
hukum yang lain. Sampai saat ini belum ada kekuatan hukum yang tetap.
“Seharusnya, penyidikan perkara ini ditangguhkan terlebih
dahulu sampai ada putusan perdata yang masih berjalan. Penyidik jangan memaksakan
perkara ini karena perkara perdatanya masih dalam pemeriksaan Hakim,” tutur
Diky.
Berdasarkan pasal 1 Peraturan
Mahkamah Agung (Perma) No. 1 tahun 1956 mengatur bahwa pemeriksaan perkara
pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu pemeriksaan perkara perdata tentang
adanya atau tidak adanya hak perdata tersebut.
“Klien kami tidak pernah diperiksa sebelumnya menjadi saksi
atau calon tersangka. Penyidik langsung menetapkan klien kami menjadi tersangka
dalam perkara dugaan pelanggaran pasal 263,” ujar Rina SH MH kuasa hokum
lainnya.
Hal itu, kata Rina, bertentangan dengan putusan Mahkamah
Konsitusi No. 21/PUU-XII/2014.
“Kami dari kuasa hukum para pemohon berharap supaya
mendapatkan keadilan di negeri ini,” ucap Rina. (tno)
0 Comments