Wakil Direktur MAK Gufroni. (Foto: Dokumentasi TangerangNet.om) |
NET – Madrasah Anti Korupsi (MAK) pertanyakan kenapa KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak membuka amplop barang bukti yang diduga
untuk “Serangan Fajar” atas tersangka Bowo Sidik Pangarso politisi Partai
Golkar.
“Ada yang tidak biasa atau bisa dikatakan janggal ketika
saat konferensi pers yang disampaikan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan,” ujar
Wakil Direktur MAK Gufroni kepada wartawan melalui Siaran Pers yang diterima
Redaksi TangerangNet.om, Jumat (29/3/2019).
Gufroni menjelaskan barang bukti berupa 400 ribu amplop di
dalam 84 kardus itu yang ditumpuk rapi tepat di belakang Wakil Ketua KPK itu
isinya tidak dibuka sama sekali. Bahkan terlihat ratusan kardus tersebut masih
dalam posisi dilem.
“Beda dengan konferensi pers oleh KPK sebelum-sebelumnya,
yakni barang bukti diperlihatkan secara terbuka bahkan sampai dibuka isi-isinya,
baik yang disimpan di dalam tas, koper, dan juga kardus,” tutur Gufroni yang
juga dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiya Tangerang (FH UMT).
Justru dengan tidak dibukanya barang bukti, kata Gufroni,
publik pun mencurigai bahwa amplop-amplop dalam kardus tersebut berkaitan
dengan Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2019 mengingat jumlahnya sangat banyak.
Yang lebih menarik lagi, imbuh Gufroni, ternyata sebagian
amplop-amplop yang turut disita tapi bukan dalam kardus yang diperlihatkan,
terlihat tanda cap jempol warna hijau pada bagian luarnya yang mengarah ke kubu
Jokowi-Ma’ruf Amin, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor 1 Joko
Widodo dan Ma’ruf Amin.
“Sangat bisa diduga bahwa ratusan ribu amplop itu akan
digunakan pada saat serangan fajar untuk mengarahkan masyarakat memilih
pasangan capres dan cawapres tertentu,” tukas Gufroni.
Oleh karena itu, kata Gufroni, MAK mempertanyakan bantahan dari KPK yang
menyatakan bahwa amplop yang disiapkan oleh anggota DPR Komisi VI, Bowo Sidik
Pangarso ditujukan untuk kepentingan Pemilihan Presiden 2019.
Menurut Gufroni, terlalu terburu-buru ketika KPK langsung
melakukan bantahan tersebut sebelum adanya petunjuk atau informasi lebih detail
mengenai perkembangan kasus suap tersebut. Apalagi barang bukti di dalam 84
kardus tidak berani dibuka, menjadi pertanyaan publik ada apa dengan KPK.
Semestinya, kata Gufroni, KPK harus berani dan terang
menjelaskannya kepada publik tentang isi dalam kardus tersebut. Jangan-jangan
ada bukti penting lainnya, seperti tanda cap jempol sebagaimana dalam amplop
yang turut disita yang bukan berasal dari dalam kardus.
Gufroni mengatakan KPK tidak boleh setengah-setengah dalam
memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers. Ini akan menjadi preseden
buruk dalam upaya pemberantasan korupsi yang masih setengah hati.
“Kami berpendapat dengan adanya temuan ratusan ribu amplop
itu bahwa ada potensi pelanggaran Pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis
dan massif (TSM). Jadi bukan hanya pada delik suap saja yang diproses KPK, tapi
lebih besar dari itu bahwa ini sebagai upaya untuk memenangkan capres dan
cawapres tertentu,” ungkap Gufroni.
Oleh karena itu, kata Gufroni, Badan Pengawas Pemilu
Republik Indonesia (Bawaslu RI) diminta untuk menelusuri lebih lanjut terkait
temuan 400 ribu amplop tersebut.
“Bawaslu jangan berlindung pada aturan bahwa belum ada
pelanggaran Pemilu dalam bentuk money politik dengan bagi-bagi amplop secara langsung ke masyarakat atau belum ada
peristiwa hukumnya,” ucap Gufroni.
Dengan adanya temuan ini, kata Gufroni, Bawaslu harus gerak
cepat dalam upaya deteksi dini dan
pencegahan agar amplop-amplop yang mungkin sudah dipersiapkan oleh pihak yang
menghalalkan macam cara untuk memenangkan capres cawapresnya tidak keburu
disebar ke masyarakat.
Pernyataaan tersebut disampaikan MAK terkait KPK melakukan
Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu hingga Kamis (27-28/3) terkait dugaan
suap pengiriman barang via kapal.
Dalam konferensi pers di gedung KPK pada Kamis (28/3/2019) KPK menetapkan 3 orang
sebagai tersangka yakni Bowo Sidik Pangarso politisi Partai Golkar, Asty
Winasti selaku Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, dan Indung dari
PT Inersia.
Adapun barang bukti berupa uang sekitar Rp 8 miliar dalam
pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop-amplop
dalam 84 kardus. KPK menduga uang Rp 8 miliar yang ditemukan akan digunakan
Bowo Pangarso dalam Pemilu 2019. Uang tersebut akan digunakan untuk “serangan
fajar” pada 17 April mendatang.
Tentu saja, kata Gufroni,
OTT yang dilakukan KPK tentu harus diapresiasi sebagai upaya refresif
penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. (*/pur)
0 Comments