![]() |
Gufroni: "selemparan batu". (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
Oleh: Gufroni
HARI INI genap Provinsi Banten
berusia 18 tahun sejak memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat, 4 Oktober 2000
silam. Banyak harapan ketika Banten menjadi provinsi baru, bebas dari
kemelaratan akibat kesenjangan sosial ekonomi terutama di daerah Lebak dan
Pandeglang yang sebagian besar penduduknya masih berada dalam garis kemiskinan
dan hidupnya hanya mengandalkan dari bercocok tanam dan kerja serabutan.
Sebagaimana yang pernah di tulis
Max Havelaar dalam novelnya Multatuli
bahwa Banten sangat sarat dengan feodalisme yang kuat mengakar dimana
pejabatnya bak raja yang harus dilayani rakyatnya maka tak mudah mewujudkan
cita-cita dan harapan Banten bisa disejajarkan dengan provinsi lain hingga hari
ini. Meski jaraknya hanya “selemparan batu” dari pusat ibu kota negara,
provinsi ini masih juga berkutat pada persoalan yang sama: Kemiskinan, buruknya
kesehatan, pendidikan yang rendah, feodalisme para pejabatnya hingga makin
menguatnya dinasti di Banten.
Meski Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sudah membongkar praktik korupsi yang massif ketika dinasti Hasan Sochib
berkuasa, bahkan anaknya Hj. Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten dan Tubagus
Chaeri Wardana alias Wawan (adik Atut) sudah menjadi narapidana kasus korupsi
ternyata dinasti yang sudah dibangun sejak lama tidak mudah untuk
diluluhlantakan. Bahkan makin menggurita dan menguasai berbagai posisi penting
baik di tingkat pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota sebagai kepala daerah
atau wakil kepala daerah, juga sebagai anggota parlemen baik di pusat maupun
daerah. Bahkan untuk Pemilu Legislatif pada tahun 2019 nanti mereka sudah
menempatkan orang-orangnya untuk bisa merebut kursi-kursi sebagai anggota dewan
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Hingga hari ini, persoalan korupsi
menjadi perhatian serius utamanya KPK yang masih menempatkan orang-orangnya
untuk mengawasi kinerja para pejabat baik dalam rangka pencegahan maupun
penindakan. Pandeglang, Lebak, dan Cilegon menjadi perhatian utama komisi anti
rasuah ini, termasuk juga di Pemprov Banten itu sendiri. Data menunjukkan
korupsi di Banten masih tetap marak terjadi dan pelakunya bukan hanya pejabat
tapi juga sampai melibatkan kepala desa karena tersangkut korupsi dana desa.
Tentu ini pekerjaan rumah bagi Aparat Penegak Hukum (APH) baik kejaksaan,
kepolisian, dan KPK untuk menuntaskan berbagai kasus korupsi yang massif ini.
Melihat kondisi demikian, maka
dibutuhkan perjuangan keras dari seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan
Banten bersih dari segala macam praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang
sudah kadung mengakar. Akan butuh banyak waktu untuk membebaskan Banten dari
belenggu kemiskinan dan watak feodalisme, bisa puluhan tahun ke depan.
Pada usia yang sekarang ini
semestinya sudah lebih maju dari provinsi induknya mengingat Banten memiliki
sumber daya alam yang luar biasa besar, seperti destinasi wisata dan
pulau-pulau yang estotik namun itu tidak bisa untuk dioptimalkan atau dikelola
secara baik. Banten memiliki bandara internasional, pelabuhan, pabrik baja, dan
potensi kekayaan lainnya yang ternyata tidak mampu memberi kesejahteraan
rakyatnya.
Hal ini diperparah oleh perilaku
pejabatnya yang lebih mengutamakan diri dan keluarganya, juga kalangan kelas
atas yang suka memperbanyak harta sehingga menyebabkan kesenjangan sosial
semakin menganga. Bila ini dibiarkan terus, bisa jadi akan ada peristiwa amuk
massa dalam bentuk kerusuhan atau penjarahan. Semoga saja itu tidak terjadi,
tapi kita patut mewaspadainya.
Maka saatnya kelas menengah untuk
merapatkan barisan untuk mendobrak kebekuan dan kebuntuan. Kita tidak bisa
berharap kepada pejabat di Banten untuk mengubah kondisi dari gelap gulita
menuju abad pencerahan Banten. Pertanyaan besar saat ini, ketika Atut mantan
gubernur yang kini masih mendekam di penjara apakah Banten akan bangkit?
Seperti dalam bukunya Kartini Habis Gelap Terbitlah Terang. Maka Banten, lebih
tepatnya Habis Gelap Terbitkah Terang? Atau Habis Gelap Makin Gelap Gulita.
Hanya waktulah yang menjawabnya.
Selamat HUT Banten yang ke-18.
Bangkitlah wahai kaum kelas menengah. Saatnya Banten bebas dari kejumudan dan
keterbelakangan. Banten harus bangkit!
***
Penulis adalah Koordinator Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Banten Bersih.
0 Comments