![]() |
Ketua PWI Sumut H. Hermansjah: ada cara. (Foto: Istimewa) |
NET - Persatuan Indonesia (PWI) Sumatera Utara menyayangkan
ketidakpuasan terhadap pers dilakukan dengan cara melakukan unjuk rasa di depan
kantor media tersebut. Ada saluran yang
diatur dalam undang undang dalam hal ini Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers untuk menyalurkan ketidakpuasan tersebut.
Ketua PWI Sumut Hermansjah didampingi sejumlah pengurus,
Selasa (18/9/2018) sore menyebutkan sesuai Undang-Undang tersebut, ada dua cara
yang dapat dilakukan bagi masyarakat yang komplin terhadap suatu pemberitaan: pertama, menyampaikan hak jawab, kedua
menyampaikan hak koreksi.
PWI Sumut menggelar Rapat Pengurus Harian bersama Dewan
Kehormatan (DK) di Gddung PWI Sumut, Jalan Adinegoro, Gaharu, Kota Medan, untuk
menyikapi aksi demo sejumlah massa ke kantor Harian Waspada, Selasa (18/9/2018).
Hermansjah menjelaskan pelaksanaan hak jawab merupakan hak
dari seseorang atau suatu pihak yang merasa keberatan terhadap pemberitaan
mengenai dirinya yang tidak benar. Untuk itu, yang bersangkutan dapat melalui
hak jawab untuk meluruskan pemberitaan tersebut dan media yang menerbitkannya
wajib menerbitkannya.
“Sedang hak koreksi dapat dilakukan oleh warga masyarakat
terhadap pemberitaan yang diketahuinya perlu dikoreksi. Hak koreksi ini juga
disampaikan kepada media bersangkutan dan apabila koreksi itu dinilai benar,
maka media bersangkutan wajib menerbitkannya,” tutur Hermansjah seperti yang
disampaikan melalui Siaran Pers yang diterima Redaksi TangerangNet.Com, Rabu
(19/9/2018).
Jadi, tambah Hermansjah, didampingi anggota DK Azrin Maryda,
Sekretaris Edward Thahir, Wakil Kepala
Bidang (Wakabid) Organisasi Khairul Muslim,
Wakabid Pembelaan Wartawan Wilfried Sinaga, Wakabid Pendidikan Rizal Rudi Surya, Wakabid
Antar Lembaga Agus Syafaruddin Lubis, Bendahara Zulmarbun, tidak ada konteks
atau dasarnya ketidakpuasan terhadap suatu
pemberitaan dilakukan dengan cara mendemo surat kabar tersebut.
Aksi demo semacam itu justru, menurut Hermansjah Dalam UU No 40 Tahun 1999
tentang pers tindakan semacam itu dapat dikenakan pidana penjara. Untuk itu,
PWI Sumut mengharapkan semua pihak memahami terhadap tugas tugas jurnalistik
dan hendaknya kejadian serupa tidak terulang lagi pada kemudian hari.
, dapat
dikategorikan suatu intimidasi atau upaya menghalangi-halangi tugas
wartawan.
Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) WASPADA H. Sofyan Harahap
membenarkan pihaknya menerima sejumlah massa yang merasa keberatan terkait
pemberitaan Bakal Calon Wakil Presiden ( Cawapres) Sandiaga Uno saat berkunjung ke kantornya,
Minggu (16/9/2018).
‘’Kami jawab dan
jelaskan bahwa tidak ada yang salah dengan pemberitaan yang dimuat di halaman
depan sebagai headline. Tidak benar kalau Sandiaga melakukan manuver curi start
kampanye, karena kedatangannya ke Medan berkaitan dengan agenda keagamaan salat
subuh di Masjid Al Jihad dan olahraga jalan sehat di Stadion Teladan, serta
bersilaturahmi dengan pimpinan,” ucap Sofyan.
Tidak ada ajakan sama sekali dari Sandiaga yang bernada kampanye
memilih calon pasangan Prabowo – Sandi. Malah banyak hal positif dan baru
diperoleh dalam wawancara eksklusif. Informasinya penting buat publik
mengetahuinya, kata Sofyan Harahap, yang juga Ketua Dewan Kehormatan Provinsi
PWI Sumut.
Sofyan mengatakan setelah dijelaskan terkait fungsi dan
kebebasan pers, serta hak masyarakat untuk tahu informasi, juga jaminan
kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat pasal 28 UUD, mereka mengerti
dan massa segera membubarkan diri.
"Kita harapkan aksi
demo serupa tidak terulang karena dikhawatirkan dapat disusupi pihak-pihak yang
bertujuan memanaskan suhu politik hingga terjadi konflik di kalangan akar
rumput”.
“Untuk itu, aparat keamanan diharapkan pro-aktif dan menyeleksi
betul aksi-aksi demo yang murni atau dengan orderan agar tidak menjadi preseden
jelek bagi pers nasional khususnya di Sumut,” ujar Sofyan. (*/pur)
0 Comments