Ikhsan Ahmad: menyerang pribadi Gubernur. (Foto: Syafril Elain/TangerangNet.com) |
NET – RENDAHNYA kualitas
pemahaman terhadap Peraturan Gubernur (Pergub) Banten No. 31 Tahun 2018 tentang
Pendidikan Gratis, menyebabkan Pergub ini dipelintir menjadi Pergub yang tidak
konsisten, lips service, WH: lain di mulut lain di Pergub. Sesungguhnya
pelintiran ini terjadi karena tidak bisa membedakan definisi dan terminologi
antara pungutan dengan sumbangan, sehingga terkesan “asal bunyi dalam
berkomentar”.
Pelintiran asal
bunyi ini membuat geram, karena menyesatkan masyarakat. Senada dengan hal
tersebut, pemerhati pendidikan Moch. Ojat Sudrajat, juga berpendapat sama bahwa
pernyataan tersebut dapat dikatagorikan sudah menyerang pribadi Bapak Gubernur
Banten, dan dapat dikatagorikan sebagai pencemaran nama baik karena seolah –
olah Gubernur Banten, Bapak Wahidin Halim telah melakukan Pembohongan Publik,
sehingga dapat dilakukan pelaporan suatu dugaan tindak Pidana.
Bagi Bang Ojat,
sapaan akrabnya, mengatakan bahwa pendapatnya dari sudut pandang hukum, bukan
dukung mendukung.
Selama selama
lebih dari tiga tahun, pemerhati pendidikan ini mengamati dan memperhatikan
dunia Pendidikan khususnya tingkat Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK),
dengan cara meminta data berupa laporan keuangan atas penggunaan dana yang
dilakukan oleh sekolah – sekolah tingkat SMA/SMK se-Banten, karenanya ia sering
memperkarakan banyak sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud)
Banten ke Komisi Informasi Banten, Pengadilan Tata Usaha Negara Serang dan Mahkamah
Agung, melalui mekanisme Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2008.
Menurut Bang Ojat,
terkait pemberitaan Pergub No. 31 tahun 2018 sudah disesatkan ke arah
pembentukan opini bahwa seolah – olah masih diperbolehkan sekolah menerima
sumbangan melalui Komite Sekolah yang
dipersamakan sebagai menerima iuran atau pungutan. Padahal opini tersebut salah
dan tidak berdasar.
Perlu diketahui
publik bahwa pendidikan gratis sampai jenjang Pendidikan menengah di Provinsi
Banten telah berjalan dari mulai awal Tahun 2017, yakni semenjak diberlakukannya
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yakni pengelolaan SMA/SMK/SKH
Negeri dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi.
Adapun dasar hukum
pendidikan gratis untuk pendidikan menengah di Provinsi Banten adalah Pasal 31
UUD 1945, UU 20 Tahun 2003 dan Pasal 7 ayat (3) dan (4) PP 47 Tahun 2008
Tentang Wajib Belajar, dan Perda Provinsi Banten No. 7 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan, dimana dalam Pasal 5 huruf (b) Perda tersebut
berbunyi: Pemerintah Daerah dalam tata kelola Pendidikan memiliki kebijakan
Mewujudkan Wajib Belajar Pendidikan Menengah.
Atas dasar hukum
tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Banten mengeluarkan Pergub No. 23 Tahun
2017 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana
Bantuan Operasional Sekolah, dalam rangka rintisan program Wajib Belajar 12
TAHUN yang Bermutu. Dan telah berlaku serta diundangkan pada bulan Maret 2017.
Berdasarkan data
DPPA Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Banten Tahun 2017
alokasi dana BOSDA untuk tingkat SMA sebesar Rp 112,762,817,400,- dan untuk
tingkat SMK Rp 61,842,018,000,- hanya saja alokasi dana Bosda tersebut tidak
terserap semuanya, karena hanya digunakan untuk 2 (dua) kegiatan pembiayaan
yakni : Pembayaran Gaji Guru dan TU Honorer dan Pembayaran Biaya Langganan Daya
dan Jasa (PLN, Telekom, dll).
Hal ini disebabkan
karena Pergub 23 Tahun 2017 tidak disosialisasikan oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Banten kepada publik, terutama kepada para Kepala Sekolah
yang pada Tahun 2017 merasa kebingungan karena tidak adanya Juknis Bosda, padahal
Juknis Bosda ada di Pergub No. 23 Tahun 2017. Tidak tersosialisasikannya Pergub
23 Tahun 2017 tersebut, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Provinsi Banten, selaku dinas yang terkait langsung dengan
bidang Pendidikan di Provinsi Banten.
Pada tahun yang
sama, 2017, Pemerintah Daerah Provinsi Banten menerbitkan Pergub No. 30 Tahun
2017 Tentang Komite Sekolah, mengatur bahwa sekolah dapat menerima sumbangan
melalui Komite Sekolah. Pergub ini merupakan ketentuan yang diamanatkan dalam
Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah. Pergub 30 Tahun 2017 dan
Permendikbud No. 75 Tahun 2016, memberikan definisi hukum tentang pungutan dan
sumbangan.
Pungutan adalah:
Penarikan Uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang
bersifat wajib, mengikat dan serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya
ditentukan. Sedangkan Sumbangan adalah: Pemberian berupa uang/barang/jasa oleh
peserta didik, orang tua /walinya, baik perseorangan maupun bersama – sama,
masyarakat atau Lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan Pendidikan.
Terbitnya Pergub No. 31 Tahun 2018 sangat jelas dan
clear, karena memiliki konsideran hukum yang jelas, dan tidak bertentangan
dengan Pergub sebelumnya maupun dengan aturan Nada komentar yang menyatakan bahwa Pergub Banten 31/2018 lain di mulut lain di Pergub dan pernyataan bahwa isi yang
memperbolehkan sekolah menerima sumbangan berbeda dengan pernyataan Wahidin
selama ini yang dengan tegas melarang sekolah menerima sumbangan adalah
Komentar yang salah, tidak berdasar dan bahkan terkesan asal bunyi dan
cenderung membuat opini yang menyesatkan.
Bang Ojat juga
menambahkan, adapun pernyataan yang menyatakan bahwa Pendanaan Pendidikan
gratis di Banten, dananya tidak mencukupi, juga merupakan pendapat yang
menyesatkan tanpa berdasarkan data keuangan dari sekolah – sekolah, Berdasarkan Pernyataan Fitron Nur Ikhsan,
ketua Komisi V DPRD Banten, saat melakukan
diskusi Publik di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Serang pada tanggal 13
Agustus 2018, menyatakan bahwa nilai Bosda tahun 2018 sebesar Rp 2,4 juta
persiswa pertahun, maka apabila ditambahkan dengan dana BOS Nasional yang
sebesar Rp 1,4 juta Persiswa pertahun, maka biaya oprasional persiswa pertahun
di Provinsi Banten Tahun 2018 mencapai Rp 3,8 juta.
Angka tersebut dianggap
masih kurang apabila patokannya SPM (Standart Pelayanan Minimal) yang nilainya
Rp 5,7 juta Persiswa pertahun. Jika saja nilai Rp 5,7 juta dipakai sebagai
syarat adanya Pendidikan gratis tingkat SMA/SMK Negeri, maka dapat dipastikan
banyak daerah di Indonesia yang tidak dapat menyelenggarakan Pendidikan gratis.
Berdasarkan data
Laporan Keuangan dari 2 (dua) sekolah, di Kabupaten Lebak dan Kota Tangerang
pada Tahun ajaran 2016/2017 ternyata didapatkan angka biaya oprasional persiswa
pertahun biaya oprasional persiswa pertahun berkisar antara Rp 2,9 Juta s/d Rp
3,5 Juta, sehingga apabila ada komentar yang menyatakan pendanaan Pendidikan
gratis tidak mencukupi, adalah pernyataan yang tidak berdasarkan data, bahkan
dengan terbitnya Pergub 31 Tahun 2018 banyak masyarakat yang senang demikian
juga dengan para Kepala Sekolah, karena selain Pergub 31 Tahun 2018 ternyata
ada juga Pergub 23 Tahun 2017.
Selama ini sekolah
– sekolah resah bukan karena kurangnya dana BOSDA dari Pemerintah Daerah
Provinsi Banten tetapi tidak dapat digunakannya dana BOSDA karena para kepala
sekolah tidak tahu ada Pergub 23 Tahun 2017.
Penulis adalah:
Tenaga Ahli Gubernur
Banten
Bidang Media dan Public Relations
0 Comments