![]() |
Mendagri Tjahjo Kumolo menjawab pertanyaan wartawan seusai diskusi. (Foto: Istimewa) |
NET – Menteri Dalam Negeri Tjahjo
Kumolo mengatakan diperlukan upaya serius untuk menangkal ancaman yang
datang pada era digital tak lagi
bersifat konvensional. Bukan hanya lewat ancaman militer yang bersifat fisik.
Namun ancaman yang massif menyasar via jalur maya. Dan, faktanya ancaman siber
dari tahun ke tahun terus meningkat.
Hal itu disampaikan Mendagri pada Diskusi
Panel tentang Kesiapan Kemendagri di sisi Tata Kelola, SDM dan Teknologi
Keamanan Siber untuk Mengawal dan Mewujudkan Good Governance, di Jakarta,
Selasa (24/7/2018).
Mendagri mengatkan pada era
digital, adalah era yakni komunikasi tak lagi terhalang batas-batas fisik
geografis. Tentu, ini sebuah lompatan besar. Namun, seiring itu, wajah ancaman
pun berubah. Ancaman tak lagi lewat cara konvensional yang mengandalkan
kekuatan militer.
“Tapi ancaman masuk lewat kanal
informasi. Infrastruktur informasi kritis merupakan titik serang paling
krusial," ungkap Tjahjo.
Faktanya serangan siber kian
meningkat, kata Tjahjo, data Kementerian Komunikasi dan Informasi mencatat
peningkatan serangan siber dari tahun ke tahun. Pada 2014, serangan siber
berdampak pada 11 juta identitas. Hal ini meningkat pada 2015, menjadi 13 juta. Kemudian naik lagi pada 2016, yakni serangan siber berdampak
pada 15 juta identitas.
"Pada tahun 2017 Indonesia
sendiri tercatat sebagai 10 negara yang
menjadi target penyerangan siber," tutur Mendagri.
Kementerian Dalam Negeri, sebagai
kementerian besar dan utama, imbuh Tjahjo, tentu harus bersiap menghadapi
ancaman pada era digital. Diperlukan langkah-langkah strategis baik dari sisi
regulasi, maupun dari aksi untuk menangkal serangan siber yang terus
meningkat. Dari sisi regulasi, pihaknya
telah mengubah Permendagri Nomor 43 Tahun 2015 menjadi Permendagri Nomor 8
Tahun 2018.
“Regulasi Permendagri ini terkait
dengan perencanaan, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi sistem informasi.
Kami juga dari tahun 2016 sampai tahun 2017, telah melaksanakan kegiatan
assessment keamanan sistem dan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi
di lingkungan Kemendagri bekerja sama dengan Badan Sandi dan Siber Negara
(BSSN)," ucap Mendagri.
Assessment, kata Tjahjo, untuk
mengetahui celah keamanan sistem informasi dengan cara melakukan penetration
test terhadap sistem informasi tersebut. Langkah antisipasi lainnya, berupa
sterilisasi ruang pimpinan di lingkungan Kemendagri yang dilakukan secara
rutin. Bukan hanya itu, Kemendagri juga memiliki jalur khusus VPN yang pengelolaannya
berada di BSSN untuk mengirim dan menerima berita atau informasi yang bersifat biasa, terbatas, dan rahasia.
"SDM (sumber daya manusia-red)
yang ada saat ini hanya terfokus pada pengelolaan data dan sistem informasi. Perlu
adanya kebijakan terkait pengelolaan SDM yang memiliki kompetensi di bidang
siber," ujar Tjahjo.
Kemendagri, kata Tjahjo, mendukung
penuh segala upaya untuk menangkal serangan siber. Salah satunya lewat penataan
ulang regulasi terkait ancaman siber bekerja sama dengan BSSN. Kementerian juga mendukung penuh pelaksanaan keamanan siber nasional.
"Kami juga sadar, ini butuh
dukungan SDM yang kompatibel dan mampu menjadi personil dalam bidang siber itu
sendiri. Kami juga mendukung dari penganggaran," katanya.
Tjahjo menambahkan untuk
meningkatkan keamanan siber, diperlukan pemetaan manajemen risiko ketahanan
siber nasional dengan stakeholder terkait.
Hal lain yang dapat dilakukan terkait itu adalah pemetaan tata kelola
infrastruktur dan jaringan teknologi informasi dan komunikasi di seluruh
Indonesia. (*/ril)
0 Comments