Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

KJI: Apresiasi Putusan MK, DPD Harus Bersih Dari Parpol

 Saat berlangsung FGD (Kelompok Diskusi Terarah) antara Kolegium Jurist   
Institute (KJI) dan komisioner KPU RI, hadir Ketua KPU RI Budiman. 
(Foto: Istimewa)  

NET - Kolegium Jurist Institute (KJI) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik mengajukan calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Pemilu 2019. Putusan tersebut tepat untuk mengembalikan marwah DPD sebagai representasi kepentingan rakyat di daerah (territorial representation).

Direktur Eksekutif KJI Ahmad Redi meanjelaskan keberadaan DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia bersumber dari adanya tuntutan reformasi, khususnya dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

“DPD dibentuk sebagai teritorial representation (representasi kepentingan rakyat di daerah), bukan didasarkan pada political representation (representasi politik) yang pada dasarnya telah diakomodasi oleh partai politik di DPR,” ujar Ahmad Redi di Jakarta, Sabtu (28/7/2018) yang disampaikan melalui Siaran Pers yang diterima TangerangNet.Com. 

Oleh karena itu, Redi meminta agar semua pihak dapat menghormati dan mentaat putusan MK terseubt. “Dalam Pemilu 2019 nanti, pencalonan anggota DPD harus bersih dari unsur partai politik. Komisi Pemilihan Umum harus segera menindaklanjuti putusan MK ini,” tutur Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara ini.

Redi menjelaskan putusan MK tidak hanya bersifat declaratoir, melainkan juga bersifat constitutief, yakni putusan yang meniadakan satu keadaan hukum atau menciptakan suatu keadaan hukum yang baru.
Redi mengatakan materi yang terkandung dalam putusan MK pada hakekatnya memuat mandate konsitusional di dalamnya, sehingga wajib ditaati oleh semua pihak.

Penjelasan yang sama dengan diperkuat teori hukum disampaikan Direktur Reformasi Kebijakan dan Hukum KJI Ilham Hermawan, jika dikaji berdasarkan teori penafsiran konstitusi. Beberapa putusan MK selama ini, pada pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan terdapat 3 (tiga) kemungkinan.

Pertama, terdapat makna tafsir atas Undang-Undang Dasar. Kedua, makna tafsir atas undang-undang. Ketiga, perintah konstitusional. Ketiganya memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Karena, tanpa pertimbangan hukum yang mengikat, amar putusan tidak dapat dipahami ratio legis dan ratio decidendinya.

Ilham yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila menambahkan, pada Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 terdapat perintah “mandat” konstitusional. Tetulis jelas dalam pertimbangan putusan “karena proses pendaftaran calon anggota DPD telah dimulai, KPU (Komisi Pemilihan Umum-red) dapat memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap sebagai calon anggota DPD sepanjang telah menyatakan mengundurkan dari kepengurusan Partai Politik”.

“Mandat ini memberikan perintah bahwa untuk pemilu 2019, calon mengundurkan diri dari kepengurusan parpol jika ingin tetap mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD,” ucap Ilham.

Sementara itu, Peneliti KJI Auliya Khasanofa tidak sependapat dengan pandangan beberapa pihak yang menilai putusan MK ini tidak dapat diterapkan pada Pemilu 2019, dengan dalih putusan MK tidak berlaku surut (merujuk kepada asas non-retroaktif).

Auliya menegaskan Putusan MK ini masih bisa digunakan untuk Pemilu 2019 karena proses pencalonan DPD masih berlangsung.

Apalagi, jelas Auliya, dalam pertimbangannya MK memberi kesempatan kepada caleg DPD yang terkenadampak dari putusan ini untuk segera mundur dari kepengurusan parpol, sehingga dapat meneruskan pencalonannya di DPD.

“Itu langkah bijak yang telah diambil MK untuk menjawab persoalan ini, KPU harus menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan merevisi Peraturan KPU terkait persyaratan calon anggota DPD,” pungkas Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (FH UMT).

Hal itu disampaikan Aulia ketika FGD (Focus Group Discussion/Diskusi Kelompok Terarah) KPU RI saat pembahasan Putusan MK No. 30/PUU/XVI/2018 terkait syarat calon anggota DPD bersama pakar hukum, politik, dan kepemiluan pada Jumat, (28/7/2018) di Ruang Sidang Utama KPU RI. (*/ril)

Post a Comment

0 Comments