Paul Alexander (tengah) dan pengelola teve kabel: melanggar UU. (Foto: Dade, Tangerangnet.com) |
NET - Operator teve kabel merasa
diintimidasi dan dipaksa untuk berkontrak serta siaran MNC Group. Akibatnya,
para operator teve kabel tersebut harus berhutang demi membayar kontrak hasil
paksaan.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Tim Kuasa Hukum GO TV Kabel Indonesia Paul Alexander
Oroh kepada wartawan, Jumat (6/10/2017), di Restoran Brewek, Senayan City,
Jakarta.
Paul Alexander menanggapi surat dari Asosiasi Penyelenggara Multi Indonesia
No 158/APMI/IX/17 tertanggal 26 September 2017 mengenai Surat Teguran/Somasi,
perlu disampaikan bahwa channel : DMAX, Animal Planet, Discovery Channel, TLC,
AFC yang ditayangkan adalah kerjasama yang dituangkan dalam surat No. 0139/PKS/MTKI/IV/2017.
"Sedangkan AXN, kami bekerjasama dengan Sky Nindo dengan nomor
perjanjian kerjasama 512/PKS/DEMAK/CS/XI/2016 dan saat ini sudah off. Banyak
rekan kami para oeprator TV kabel mengalami hal yang sama,” ungkap Paul
Alexander.
Penjualan (komersialisasi) channel Free To Air (FTA) Nasional, kata Paul, berdasarkan Undang-Undang
Penyiaran No. 32 Tahun 2002 adalah pelanggaran pidana. “Kami mengimbau
kesadaran dan tanggung jawab saudara sebagai korporasi besar dan penikmat
frekuensi publik untuk menyebarluskan informasi menggunakan frekuensi publik
yang diberikan Pemerintah,” ucap Paul.
Paul pun mengimbau MNC Group berhenti mengambil uang dari Usaha Kecil
Menengah (UKM) Media dan mengemban tanggung jawab mendukung UKM seperti imbauan
Presiden Republik Indonesia.
"Begitu teganya saudata dengan penghasilan triliunan yang dihasilkan
dari frekuensi publik yang notabene milik kami, memeras kami pengusaha kecil
yang penghsilan 10-40 juta perbulan,” ungkap Paul.
Atas serangkaian tindakan tersebut, kata Paul, akan diambil langkah hukum. “Kami
lakukan Penyiaran FTA (free to Air) nasional semata-mata karena kebutuhan dan
hak masyarakat menengah bawah untuk memperoleh informasi dan hiburan tanpa
berbayar yang dilindungi UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002," ujarnya.
Terkait dengan surat No.
084/MSKY-UT/IX/2017 tertanggal 26 September 2017 perihal Somasi Terkait
Penggunaan Tidak Sah Atas Hak Cipta dan Siaran Milik MNC Group yang ditujukan
kepada PT. Wava Ungaran Visi Misi Utama (Wava TV Cable), kata Paul, tidak
pernah mengomersilkan FTA nasional..
Sementara itu, Wava TV Kabel Ratna Mufidah mengatakan Wava TV Kabel adalah
lembaga penyiaran berlanganan (LPB). TV Kabel yang telah memiliki legalitas
hukum berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Wava TV Kabel pernah
mengajukan permohonan izin kepada Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) tersebut untuk
menyiarkan siaran MNC Group tapi ditolak dengan alasan belum bisa berkerjasama.
"Untuk dapat bekerjasama, semua LPB yang memperoleh izin untuk siaran
MNC Group tersebut diharuskan untuk membayar kepada PT MNC Sky Vision. RCTI,
MNC TV dan GLOBAL TV adalah lembaga penyiaran swasta (LPS). Berdasarkan UU
No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, adalah siaran tidak berbayar dasar/legal standingnya
dalam tempo tiga hari dari tanggal jawaban surat somasi kami," kata Ratna.(dade)
0 Comments