Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany (baju putih) dan para nara sumber saat menyampaikan paparan di hadapan peserta. (Foto: Istimewa) |
NET – “Informasi
dari kawan kami salah satu profesor di Universitas Harvard, satu hal menarik di
luar negeri sama bebasnya di Indonesia sedang mengalami era media sosial secara
bebas. Tentu dalam menghadapi persoalan ini hukum aturan dikuatkan manakala
postingan disebarluaskan dihukum sekeras-kerasnya,” ujar Walikota Tangerang
Selatan (Tangsel) Airin Rachmi Diany, Jumat (13/10/2017).
Airin Rachmi
Diany mengatakan hal itu pada Festival
Jurnalitsik digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Tangsel bertempat
di Resto Kampung Anggrek, Buaran Serpong. Airin menyatakan apreasi terhadap
kegiatan tersebut.
“Apa yang
diselenggarakan oleh PWI ini sangat baik sekali apalagi saat ini sedang marak
media sosial yang harus disikapi secara hati-hati banyaknya berita bohong,” tutur
Airin di hadapan berbagai elemen masyarakat dan organisasi kepemudaan.
Apa yang digelar oleh PWI, kata Airin, membawa
dampak positif bagi masyarakat dan dunia birokrasi. Hal ini yang perlu dipertahankan
dan dikembangkan kedepan.
Acara bertajuk
“Menyikapi Perkembangan Teknologi Informatika Melalui Menumbuhkan Kecerdasan
Masyarakat Melalui Jurnalisme Warga”. berdasarkan pengamatan Airin termasuk
infomrasi yang diterimanya dari lingkungan Universitas Harvard Amerik Serikat
kondisinya sama problem media sosial. “Berbagai postingan provokasi bermunculan
di tengah masyarakat,” ungkap Airin.
Hal senada diungkapkan
oleh Staf Ahli Menteri, Bidang Ekonomi Sosial Budaya, Kementerian Komunikasi
dan Informatika, Lala M Kolopaking pun mengaresiasi kegiatan PWI Tangsel.
“Tangsel yang mengawali kegiatan ini tentunya menjadi inisiator di Banten.
Banten juga seharusnya melanjutkan untuk dapat bekerjasama dengan daerah lain
hingga ke tingkat nasional dan dunia,” pesannya.
Kolopaking
menjelaskan tentang informasi yang beredar di media sosial, tentang informasi
dan berita. Informasi belum tentu sebuah berita, karena itu dibutuhkan pemahaman
pembaca untuk mencernanya.
“Dalam era
kondisi seperti ini perlu memberikan wadah dan pemahaman tentang sumber
informasi dan berita. Tidak semua informasi menjadi berita. Adapun berita
terdiri dari kaidah ilmu jurnalistik,” jelas Kolopaking.
Narasumber lain,
pegiat media sosial dan pengusaha, Gusri Effendi dalam kesempatan itu
mengatakan sebagai orang yang gagal teknologi (Gaptek) sangat sulit melihat
mana berita bohong dan benar. Dampak yang terjadi dengan berita bohong mampu
menghancurkan sebuah negara.
“Yang dirugian
masyarakat luas, termasuk saya selaku pengusaha pun dirugikan, dari berita
bohong. Inilah luar biasa dengan hadirnya media sosial bermunculan informasi
yang tidak benar,” tutur Gusri.
Ketua Umum
Serikat Media Siber Indonesia(SMSI) Teguh Santosa mengajak kepada semua elemen
masyarakat untuk memerangi berita bohong. Bukan lagi menyerahkan kepada satu
lembaga untuk pengawasan dan pengendalian.
“Kami percaya Pemerintah punya aplikasi untuk menyensor tapi juga masyarakat pun diharapkan mau terlibat dalam memerangi berita bohong. Tidak bisa diserahkan kepada salah satu pihak saja,” ucapnya. (*/ril)
“Kami percaya Pemerintah punya aplikasi untuk menyensor tapi juga masyarakat pun diharapkan mau terlibat dalam memerangi berita bohong. Tidak bisa diserahkan kepada salah satu pihak saja,” ucapnya. (*/ril)
0 Comments