Ilustrasi plang SMA Negeri 7, Kota Tangerang Selatan. (Foto: Istimewa) |
NET - Sistem zonasi di Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB), berpeluang lebih besar untuk dijadikan lahan pungutan
liar (Pungli) bagi para oknum maupun guru di salah satu sekolah di wilayah
Tangerang.
Seperti yang terjadi di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Guna bisa
menyekolahkan anaknya di salah satu sekolah Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
diharapkan, para orang tua yang identitasnya di luar zonasi, bisa masuk ke
salah satu sekolah tersebut asal bisa menyediakan uang pelicin kepada oknum
yang punya hubungan dekat dengan pihak sekolah berkisar Rp 5 - 10 juta.
Salah satunya di SMA Negeri 7, Kota Tangerang Selatan di Vila Melati Mas,
Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangsel. Beberapa orang
tua yang memiliki identitas di luar zonasi, akhirnya bisa memasukkan anaknya ke
sekolah tersebut setelah menyediakan uang pelicin.
"Kami terpaksa membayar Rp 5 juta kepada seseorang yang mengaku dekat
dengan pihak sekolah. Sehingga anak saya yang awalnya ditolak, bisa masuk di
sekolah itu," ungkap salah seorang
warga yang tinggal di wilayah Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong
Utara, Kota Tangsel.
Padahal, kata dia, berdasarkan nilai yang diraih oleh anaknya cukup luman
yaitu 26 lebih. Sementara nilai siswa yang diterima di sekokah itu minimal 24.
"Sebenarnya, kami tinggal di zonasi itu (Pondok Jagung) sudah lama. Dan
sekolah SMP (Sekolah Menengah Pertama-red) anak saya juga di situ. Persoalannya
adalah kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga ( KTP/ KK-red) yang masih tercatat sebagai watga DKI (Daerah
Khusus Ibukota-red)," kata dia.
Hal yang sama juga dialami oleh beberapa orang tetangganya. Mereka harus
memberikan uang pelincin Rp 8-10 juta karena selain identitas belum tercatat
sebagai warga Sepong Utara, nilai ujian akhir anaknya juga minim, yaitu 20.
"Kami memaksakan diri untuk bisa sekolah di SMA Negeri 7, karena
lokadinya dekat dengan tempat tinggal," kata dia.
Senada pula dengan PPDB tingkat SMP di Kabupaten Tangerang. Fazri tidak
dapat memasukkan anaknya ke SMP Negeri 1, Curug lantaran identitasnya masih
tercatat sebagai warga DKI. “Kami sudah lama tinggal di Curug. Dan anak saya
juga sekolahnya di sana. Hanya saja KTP dan KK masih tercatat di DKI,'' tutur Fazri.
Namun demikian, kata dia, saat ia mendaftarkan anaknya, ada beberpa orang
yang mengaku tokoh masyarakat setempat dengan membawa beberapa berkas
pendafttaran. "Semua berkas yang dia bawa diterima. Dan itu dipastikan ada
permainan," ujar Fazri. .
Sebab, ketika anaknya ditolak masuk di SMP Negeri 1, ada oknum guru yang
menawarkan bisa memasukkan anaknya ke SMP Negeri 2 Legok, asalkan menyediakan
uang pelicin Rp 4 juta. ''Tawaran itu tidak saya gubris. Dan tetangga saya yang
siap bayar, akhirnya bisa juga masuk di sekolah tersebut,'' kata dia
Masalah identitas agar sesuai zonasi, kata dia, bisa diurus dalam waktu satu hari. Padahal berdasarkan
ketentuan, siswa yang bisa masuk di salah satu zonasi, minimal enam bulan
tinggal di wilayah teraebut. ''Gila PPDB sekarang ini. Ternyata sistim zonasi
lebih besar peluangnya untuk dipungli,'' tutur dia.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang
Selatan semenjak pelaksanaan PPDB beberapa waklu lalu sulit ditemui. Bahkan telepon
genggamnya saat dihubungi tidak pernah diangkat dan di WhatsApp- pun tidak
pernah menjawab.
Begitupula dengan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang Hadisa
Mansur. Sedangkan kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Abduh Surahman
mengatakan pihaknya merasa yakin untuk guru di tingkat SMP tidak akan berani
bermain seperti itu, mengingat data siswa yang diterima langsung konek dengan database kependudukan yang ada
di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan database nilai ujian.
“Kalau mereka ada yang bermain di sini
pasti ketahuan," ujar Abduh.
Sedangkan untuk tingkat SMA, lanjutnya, kewenangannya ada pada tingkat
Gubernur Provinsi Banten. '' Kalau SMA, silahkan cek ke Provinsi, karena
kewenangannya ada di situ," ucap Abduh
berkilah. (man)
0 Comments