Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta: tidak cukup. (Foto: Istimewa) |
NET – Hasil real count yang
ditampilkan dalam bentuk tabulasi di web Komisi Pemilihan Umum (KPU) data yang
sudah masuk 100 persen berdasar hasil scan C-1 Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Banten 2017. “Dari data yang masuk pasangan calon Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten Wahidin Halim dan Andika Hazrumy, unggul 87.798 suara
atau 1,86 persen,” ujar Yusman Nur kepada wartawan Senin (20/2/2017).
Yusman Nur, salah seorang tim hukum Wahidin Halim dan Andika Hazrumy
(WH-Andika) mengatakan dengan hasil tersebut pasangan
WH-Andika mengalahkan pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarief (RK-Embay)
sekaligus sulit untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) Republik
Indonesia (RI) di Jakarta.
Data masuk yakni suara sah 4.714.605
suara dan WH-Andika memperoleh 50,93
persen atau 2.405.645 suara dan pasangan RK-Embay yakni 49,07 persen atau 2.317.847 suara. Dari kedua
perolehan suara tersebut besaran selisih menjadi 1,86 persen
atau 87.798 suara, cukup banyak.
Rumusan syarat formal,kata Yusman, untuk mengajukan sengketa ke MK sesuai pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, bagi
provinsi dengan penduduk 6 juta sampai dengan 12 juta jiwa adalah 1 persen suara sah. Provinsi Banten
berpenduduk 11 juta jiwa lebih sedangakan 1 persen kali 4.714.605 suara adalah
47.146 suara.
“Artinya, permohonan sengketa
pemilihan akan diterima oleh MK ketika terjadi selisih maksimal 47.146 suara. Jika
melebihi angka ini, maka permohonan akan diputus tidak dapat diterima karena selisih perolahan WH-Andika dengan RK-Embay
adalah 87.798 suara atau 1,86 persen,”
ungkap Yusman.
Dengan fakta demikian, kata Yusman, RK-Embay selalu dan sedang membangun opini untuk
mempengaruhi publik seolah-olah bahwa pasangan calon nomor 1 WH-Andika dan penyelenggara curang. “Kenapa asumsi dan tudingan kecurangan dipublikasi
setelah pencoblosan? Mengapa tidak dilaporkan pada saat ditemukan ada dugaan
pelanggaran, kan aneh,” ujar Yusman keheranan.
Padahal, kata Yusman, Undanga Undang (UU) Pilkada telah memberikan jaminan bagi
siapapun yang merasa dicurangi untuk melaporkan kepada lembaga yg berkompeten. Bila
terbukti , sanskinya bisa dipidana dan bisa juga sanksi administrasi. Bahkan
pasangan calon bisa diskualifikasi. “Nah, mengapa itu tidak dilakukan oleh tim
kampanye RK-Embay,” ucap Yusman.
Yusman menanayakan apa ukuran banyaknya
terjadi kecurangan? Jika subjektif, maka tidak ada ukurannya. Yang paling mudah
untuk melihat siapa pasangan calon yang paling banyak curang, maka lihat
datanya di Pengawas Pemilu (Panwaslu Kabupaten dan Kota serta Bawaslu
Provinsi).
Menurut Yusman, berdasarkan data tim hukum dan advokasi WH-Andika , sudah melaporkan sebanyak 90 laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang
dilakukan pasangan calon nomor 2.
Artinya, kata Yusman, fakta bahwa berdasarkan laporan yang diterima Bawaslu
justru pasangan calon nomor 2-lah yang banyak
melakukan berbagai kecurangan, baik politik uang, melibatakan PNS (Pegawai Negeri
Sipil-red) serta APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah-red), bukan pasangan calon WH-Andika.
“Dengan demikian, tudingan kecurangan terhadap pasangan calon nomor 1
adalah mengada-ada dan tidak mendasar,” ujar Yusman menegaskan. (ril)
0 Comments