![]() |
Agustinus Sonny Keraf di antara para peserta diskusi. (Foto: Dade, TangerangNet.Com) |
NET - Guna mendukung
program Kabinet Kerja dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo, telah ditetapkan
target peningkatan pasokan daya listrik sebesar 35.000 megawatt (MW) dan harus
tercapai pada 2019-2020. Target yang
harus dicapai sebesar 7.000 MW setiap tahunnya, sangatlah realistis, mengingat
sedang berlangsungnya pembangunan infrastruktur di seluruh pelosok tanah air
dan program peningkatan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kegiatan
ekonominya secara mandiri.
"Saat ini,
kapasitas sumur-sumur minyak dalam negeri semakin berkurang cadangannya,
sedangkan pembukaan sumur-sumur baru di daerah lepas pantai membutuhkan dana
besar. Di sisi lain, produksi CPO (Crude Palm Oil-red) dari perkebunan kelapa
sawit kurang menguntungkan karena panen CPO hanya berkisar 5.950
liter/hektar/tahun. Bila dibandingkan dengan panen lemak (lipid) mikroalga,
yang dapat diolah menjadi biodiesel (solar) nabati, yang mampu mencapai 136.900
liter/hektar/tahun, atau 23 kali lebih banyak dari CPO," ujar Anggota
Dewan Energi Nasional (DEN) Dr.
Agustinus Sonny Keraf , Kamis (1/12/2016), di Universitas Kristen Indonesia
(UKI), di Jakarta.
Sonny Keraf
menjelaskan jika hanya mengandalkan CPO, ijin pembukaan lahan baru untuk kelapa
sawit cenderung berlanjut dan menimbulkan tarik-menarik dalam peruntukan lahan
dengan pertanian tananaman pangan dan perkebunan lainnya. Pemerintah perlu
menghentikan ijin perluasan perkebunan kelapa sawit dan segera beralih ke
budidaya mikroalga di tambak-tambak kawasan pesisir. Total panjang pantai
Indonesia yang sebesar 81.000 kilometer sangat potensial untuk pengembangan
budidaya mikroalga.
Menurut Sonny, Presiden
Joko Widodo menekankan pemanfaatan energi nuklir merupakan pilihan terakhir.
"Pemenuhan kebutuhan energi listrik dan bahan bakar transportasi
diprioritaskan pada pemanfaatan sumber-sumber energi terbarukan, antara lain
energi matahari, energi angin, panas bumi, dan energi nabati," ujarnya.
Diskusi Nasional
yang diselenggarakan di UKI merupakan perwujudan atas hak pilih masyarakat
dalam cara memperoleh energi, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2007
tenteng Energi. Pasal 19 dari UU tersebut menyebutkan tentang Hak dan Peran
Masyarakat yaitu, setiap orang berhak memperoleh energi.
"Oleh karena
itu, terkait dengan UU tersebut, rakyat berhak untuk menolak pembangkit tenaga
listrik yang menggunakan sumber energi yang sangat berbahaya dan berisiko
tinggi, yaitu energi nuklir yang diperoleh melalui reaski fissi. Seluruh PLTN
(Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir-red) di dunia menggunakan energi dari reaksi
fissi dan dampak negatifnya dapat dilihat dari bencana-bencana di PLTN Three
Mile Island, Chernobyl, dan Fukushima Daiichi, yang menimbulkan ribuan korban
karena tercemar partikel radioaktif melalui pernafasan maupun makanan dan
minuman," ungkap Sony yang mantan Menteri Lingkungan Hidup itu. (dade)
0 Comments