Yudi Purwantoro saat memaparkan kemampuan radar buatan anak bangsa. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Keunggulan Inovasi Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) adalah buatan dalam
negeri, kemudian harganya lebih terjangkau tanpa mengorbankan kecanggihan.
Inovasi BPPT ini tetap mengedepankan dan menerapkan teknologi terkini.
Sayangnya, 90 persen radar yang digunakan oleh
bandara-bandara Indonesia diimpor dari luar negeri. "Padahal harganya
empat kali lebih mahal dari harga ADS-B buatan kita ini," ujar Direktur
Pusat Elektronika BPPT Yudi Purwantoro, Jumat (24/6), saat Media Gathering, di
ruang Executive Lounge Lobby Gedung 2 BPPT, Jakarta.
Dengan kemampuan yang sama, BPPT dapat memberikan fasilitas radar kepada empat
bandara jika menggunakan ADS-B ini. Namun, BPPT ingin inovasi Radar Navigasi
Pesawat ADS-B agar bisa diproduksi dalam negeri.
"Jadi intinya ada efisiensi dari cost, dari 237
bandara udara di Indonesia, baru 31 bandara yang menggunakan perangkat radar ADS-B. Sisanya
masih menggunakan voice communication dalam berkomunikasi dengan pilot,
sehingga masih belum dimiliki," ujarnya.
Sementara itu, katanya,
seluruh penerbangan memiliki
standar secara internasional, dan BPPT sedang mengupayakan agar ADS-B
(Automatic Dependent Surveillance Broadcast) ini dapat memenuhi standard
tersebut, yaitu dengan terus melakukan peningkatan kualitas ADS-B yang
dikembangkan.
Yudi mengatakan BPPT terus berupaya untuk membawa
invovasi radar ADS-B agar dapat diproduksi oleh industri dalam negeri.
"Apabila mengingat kejadian tabrakan pesawat di Bandara Halim Perdana
Kusuma yang terjadi beberapa bulan lalu harusnya dapat dihindari dengan inovasi
ADS-B BPPT ini," ungkapnya.
Sebagai informasi bahwa kecelakaan di Bandara Halim
beberapa saat lalu tidak boleh terulang. Namun, hal ini dapat berimbas pada
keselamatan publik dan mengganggu reputasi ini kredibilitas industri
penerbangan nasional di mata publik nasional maupun internasional.
"Bahkan kejadian itu dapat memengaruhi klarifikasi
keselamatan penerbangan Indonesia yang dilakukan oleh otoritas penerbangan
sipil internasional (International Civil Aviation Organisation, ICAO),"
kata Yudi.
Oleh karena itu, kata Yudi, teknologi ini mampu memantau
pergerakan pesawat dan kendaraan bergerak lainnya di bandara, baik kereta
ketika pesawat sedang melakukan approach pendaratan, ketika sudah mendarat,
maupun ketika bergerak di sekitar terminal.
Yudi menjelaskan alat navigasi ini, dirancang menggunakan
komponen yang dapat diperoleh di pasaran. "Kemudian juga berbasis software
open source atau perangkat lunak berbasis terbuka, sehingga mudah dalam
pemeliharaan," ujarnya.
Sementara itu, inovasi ini pun telah mencapai desain
purwarupa dan akan uji fungsi di lapangan dan laboratorium sebagai bagian dari sertifikat.
“Teknologi tersebut siap diaplikasikan setelah sertifikasi dan ada industri dan
ada industri nasional yang melakukan komersialisasi,” tutur Yudi.
Yudi mengungkapkan semoga didukung dan pemangku kebijakan
terkait, khususnya dalam hal regulasi, namun juga ada industri nasional yang
siap melakukan komersialisasi. "Semoga inovasi teknologi navigasi udara karya
anak bangsa ini segera menjadi solusi bagi dunia aviasi nasional,"
katanya. (dade)
0 Comments