![]() |
Hasanudin Bije: wajib dipanggil. (Foto: Istimewa) |
NET - Penasihat
Lembaga Kajian Pemerintahan Indonesia (LKPI) Bije Hasanudin menilai sudah
waktunya pihak kejaksaan untuk memanggil kepala Satu Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dan camat atas dugaan tindak pidana korupsi honorarium Dewan Perawakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang.
“Jadi, kepala SKPD dan
camat menurut saya wajib dipanggil,” ujar Bije Hasanudin kepada
TangerangNET.Com, Minggu (21/2/2016).
Bije mengatakan
setelah penyelidikan di tingkat kepala seksi (Kasi) perencanaan sudah diperiksa, tim penyelidikan Kejaksaan Negeri
Tangerang dapat memanggil para camat dan kepala SKPD lainnya untuk diperiksa. “Ini
penting untuk mengkonfirmasi masalah kebijakan penganggaran penunjukkan anggota
DPRD sebagai narasumber dan pengeluaran fiktif bagi anggota dewan yang tidak
hadir,” tutur Bije.
Bije menyebutkan kaitan
kepala SKPD dan camat diperiksa untuk mengetahui
apakah alokasi anggaran narasumber ini memang diajukan oleh camat atau dialokasikan
secara masif. Siapa yg mengintruksikan para camat untuk memasukkan anggaran
narasumber dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) ?
Menurut Bije yang mantan
anggota DPRD Kota Tangerang itu, publik ingin tahu siapa yang mengintruksikan kepada
camat bahwa narasumbernya harus anggota DPRD . Jika bunyi di RKA-nya tokoh
masyarakat atau praktisi, kan tidak harus anggota DPRD. Banyak tokoh masyarakat
yang layak dijadikan narasumber.
“Tapi mengapa semua
narasumber kegiatan Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan-red) di seluruh kecamatan se-Kota Tangerang diisi oleh 50 anggota DPRD.
Mengapa mereka harus menerima honor dalam tugas di Musrenbang? Saya menduga itu
terjadi karena ada instruksi,” tandas Bije.
Masalah anggota dewan
yang tidak hadir, kata Bije, tapi dibayar juga honornya penting untuk
dikonfirmasi. “Saya yakin itu pasti atas perintah kepala SKPD dan camat. Gak
mungkin bendahara berani bayar kalau tidak disuruh pengguna anggarannya. Ini
penting agar uang Daerah yang dikeluarkan secara tidak sah dapat diproses
secara hukum dan uangnya dikembalikan ke kas daerah,” harap Bije.
Menurut Bije, para camat pun akan dengan senang hati
memenuhi panggilan kejaksaan dan menyampaikan informasi apa adanya. Apabila
mereka yang mengambil kebijakan ya, mereka yang harus bertanggung jawab. “Kalau
bukan mereka yang mengambil kebijakan ya, terserah mau pasang badan untuk melindungi
pimpinannya silahkan saja. Yang jelas harus kita uji semua kebenerannya. Saya
yakin tim kejaksaan sudah dapat melihat duduk permasalahan kasus ini,” urai Bije.
Selain ada dugaan pelanggaran
pada tata cara proses penyusunan APBD dan kebijakan, kata Bije, dalam tataran
pelaksanaanya pun banyak pembayaran honor fiktif yang dikeluarkan atas perintah
camat kepada bendaharanya. “Di sisi lain, kami senang mendengar 50 anggota
dewan telah menyerahkan dugaan kasus korupsinya kepada kuasa hukum,” ungkap
Bije.
Ini jelas, kata Bije,
menandakan ada kelemahan pada mereka dan
telah hilang kepercayaan dirinya dan ini sebuah tantangan juga bagi pihak kejaksaan
untuk segera memanggil dan memeriksa para anggota dewan untuk dimintai
keterangannya. “Kami berharap kepada Kejaksaan Negeri Tangerang agar meminta bantuan
kepada Kejati Banten untuk menambah tim penyelidikannya , agar proses dugaan
kasus korupsi yg berjamaah ini cepet tuntas,” tandas Bije. (ril)
0 Comments