Djarot Sulistio Wisnuboroto saat menyimak hasil survei. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Hasil survei menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia menyadari
potensi pemanfaatan energi nuklir dan kontribusinya untuk menjamin pemenuhan
dan kestabilan pasokan listrik di Indonesia. Survei menunjukkan pendapat publik Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) bersama lembaga
Pemerintah terkait perlu secara berkelanjutan menyiapkan infrastruktur untuk
mendukung mewujudkan program energi
nuklir untuk pembangkit listrik.
Kepala BATAN Prof. Dr. Djarot Sulistio Wisnubroto
mengatakan BATAN berkomitmen untuk terus
meningkatkan penguasaan teknologi dan menyiapkan Sumber
Daya Manusia (SDM)
dalam mendukung pemanfaatan energi nuklir sebagai pembangkit listrik yang
handal dan aman, menuju energi nasional.
“Partisipasi masyarakat adalah bagian penting dari program energi nuklir
nasional. BATAN
berkomitmen untuk terus secara aktif melaksanakan sosialisasi dalam upaya
meningkatkan pemahaman publik, serta menjamin keterbukaan dan transparansi
dalam setiap kebijakan, program, kegiatan, yang dilakukan, apalagi terhadap
informasi yang menjadi perhatian publik,” ujar Djarot kepada wartawan, Senin (28/12/2015), di Kantor Pusat
BATAN, Mampang Prapatan, Jakarta.
Sementara itu, bersamaan dengan survei
penerimaan masyarakat terhadap PLTN, Sigma Research juga melaksanakan jajak
pendapat tentang dampak dari pemanfaatan teknologi nuklir di masyarakat. Survei
dilakukan terhadap 1.000 responden yang tersebar di 10 daerah setingkat provinsi.
Djarot menjelaskan pemilihan daerah survei
didasarkan pada lokasi yang menjadi mitra kerja BATAN dalam penerapan teknologi
nuklir di daerah, melalui program Pendayagunaan Hasil Litbang Iptek Nuklir. Obyek teknologi sebagai target servei adalah varientas unggul padi dari
hasil mutasi radiasi.
"Hasil survei menunjukkan 61,6 persen
responden mempercayai varietas padi hasil teknologi nuklir dapat meningkatkan produktivitas
pertanian 59,2 persen. Dengan menanam padi hasil
mutasi radiasi tidak ada kendala yang dihadapi, seperti kesulitan adaptasi
dengan kondisi lahan, serangan hama dan penyakit, serta adanya pengaruh
iklim," ujarnya.
Secara
keseluruhan, kata Djarot, hasil survei menyimpulkan bahwa dengan menanam pada BATAN petani
meningkat pendapatannya rata-rata sebesar 5,6 persen. Yang paling menarik
adalah masyarakat di luar Pulau Jawa lebih menginginkan kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ( PLTN) yakni 79,4 persen dibandingkan dengan di Pulau
Jawa sebesar 72,0 persen.
Oleh karena itu, kata Djarot, kemungkinan
hal itu
karena dipengaruhi oleh kondisi kelistrikan di luar Jawa yang sering mengalami
pemadaman. "Penduduk urban juga lebih
menginginkan PLTN yakni78,3 persen dibandingkan dengan penduduk pedesaaan/rural yakni 72,2 persen,"
ungkap Djarot.
Kemudian terungkap pula unsur yang paling
dipercayai untuk memberikan penjelasan terkait PLTN adalah Presiden yang ada pada
urutan pertama, dan pada urutan kedua adalah pakar, sedangkan urutan ketiga
adalah Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Hasil survei jajak pendapat pada
tahun ini juga menunjukkan hasil dukungan publik yang relatif konsisten tinggi
dibandingkan dengan prosentase tahun sebelumnya sebesar 72 persen.
Menurut Djarot, hasil survei mengungkapkan masyarakat yang mendukung PLTN
beralasan jenis pembangkit tersebut dapat menghasilkan daya listrik yang besar,
sehingga lebih menjamin keamanan pasokan dan dapat memenuhi kebutuhan listrik
secara nasional.
"Selain itu, harga listrik yang lebih
murah menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih untuk menerima PLTN," tutur Djarot meyakinkan.
Sementara itu, kondisi sebaliknya masyarakat
yang tidak setuju dengan pembangunan PLTN di Indonesia, yang paling besar
karena memeprtimbangkan kemungkinan kecelakaan PLTN dan kebocoran radiasi yang
bisa terjadi.
“Faktor pertimbangan
lainnya adalah PLTN akan menghasilkan limbah radioaktif yang dapat menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan,”
ujar Djarot.
Djarot mengatakan lebih dari tiga perempat
penduduk Indonesia mendukung pembangunan PLTN. Namun, hal ini terungkap
berdasarkan hasil jajak pendapat secara nasional yang diselenggarakan oleh
Sigma Research pada bulan Oktober hingga Desember 2015.
"Angka dukungan tersebut terus konsisten
naik setelah mengalami penurunan drastis pada tahun 2011, yaitu 49,5 persen
(2011), 52,9 persen (2012), 64,1 (2013), 72 persen (2014) dan 75,3 persen
(2015). Penerimaaan masyarakat yang menurun pada tahun 2011 kemungkinan
terpengaruhi dengan kejadian kecelakaan PLTN Fukushima Dai-Ichi Jepang. Namun,
jajak pendapat dilakukan dengan metode penyebaran kuesioner terhadap 4.000
responden yang tersebar di 34 provinsi," ujar Djarot. (dade)
0 Comments