Menhub Ignatius Jonan: harus memiliki prosedur. (Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Delegasi
Indonesia yang dipimpin Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyampaikan Piagam
Aksesi Konvensi Ballast Water Management (BWM) di sela-sela Sidang Majelis
International Maritime Organization (IMO) ke-29 di Kantor Pusat IMO, London,
Inggris, Rabu (25/11/2015). Dalam kesempatan tersebut,
Menteri Perhubungan
Ignasius Jonan mengatakan ratifikasi tersebut menunjukkan komitmen Indonesia
untuk melakukan perlindungan terhadap lingkungan laut.
Konvensi tersebut salah satu Konvensi IMO di bidang perlindungan
lingkungan maritim yang bertujuan untuk mencegah penyebaran spesies air yang
berbahaya yang berasal dari air ballas di dalam kapal. "Konvensi BWM
mempersyaratkan kapal-kapal harus memiliki prosedur yang tepat dalam mengelola
air ballas," kata Jonan.
Saat ini sudah 45
negara yang telah meratifikasi konvesi BWM. Dengan meratifikasi konvensi
tersebut maka Indonesia menjadi negara penentu atau “King Maker” yang akan
membuat konvensi tersebut berlaku secara penuh (full entry into force),
terhitung 6 (enam) bulan setelah Indonesia menyerahkan Piagam Aksesi dimaksud.
"Ratifikasi oleh
Indonesia terhadap konvensi tersebut
merupakan bentuk kerjasama antara Indonesia dengan IMO dalam kerangka
IMO-NORAD Project (the Norwegian Agency for Development Cooperation) serta
dukungan dari proyek Globallast. Adapun IMO-NORAD Project adalah salah satu
program IMO yang memberikan bantuan bagi negara di Asia Timur untuk mempercepat
ratifikasi konvensi IMO di bidang lingkungan maritim," ujarnya.
Jonan menjelaskan
sebelumnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerjasama dengan the
International Maritime Organization (IMO) dan the Norwegian Agency for
Development Cooperation (NORAD) menyelenggarakan kegiatan National Seminar on
the Readiness of Stakeholder for Ballast Water Management (BWM) Convention yang
diselenggarakan di Jakarta pada Oktober lalu, membahas lebih dalam mengenai
persiapan ratifikasi konvensi BWM dan isu-isu terkait lainnya.
"Ballast water
adalah air yang digunakan oleh kapal pada saat muatan kosong atau setengah
terisi sebagai pemberat untuk menjaga stabilitas, keseimbangan kapal.
Diperkirakan terdapat ribuan jenis spesies di dalam ballast water yang di bawa
kapal, seperti bakteriubur-ubur, larva, dan telur hewan, serta bentuk planktonik
hewan-hewan yang berukuran lebih besar. Hewan berukuran kecil ini umumnya mati
selama perjalanan akibat proses ballast dan lingkungan dalam tangki
ballast," ungkap Jonan.
Namun demikian, ada
juga spesies yang bertahan dan berhasil lolos pada saat pembuangan air ke laut.
Hal tersebut dapat membahayakan
kehidupanlingkungan laut, mengubah ekosistem laut dan mengganggu kesinambungan
pemanfaatan sumber daya pantai. Dampak dari perkembangan spesies asing di laut
oleh IMO dinilai lebih sulit ditanggulangi dibanding dampak dari pencemaran
akibat tumpahan minyak dan telah menjadi masalah global sehingga perlu
mendapatkan perhatian lebih serius dari seluruh komunitas maritim dunia.
Sementara itu, pada
kesempatan yang sama, Menhub Ignasius Jonan dalam pidatonya kepada Presiden IMO
di London mengungkapkan Indonesia kembali mengajukan pencalonan menjadi anggota
dewan IMO kategori C periode 2016-2017.
“Kami memiliki
keyakinan yang kuat bahwa dukungan Anda pada pencalonan kami akan memungkinkan
kami untuk memberikan kontribusi lebih untuk dunia pelayaran,” kata Menhub Jonan
di depan Presiden IMO dan negara-negara anggota IMO. (dade)
0 Comments