Agus Cahyo saat memaparkan peran Migas Indonesia. (Foto: Dade, TangerangNET.Com) |
NET - Institute for Essential Service Reform (IESR) menggelar diskusi yang
mengedepankan sektor minyak dan
gas (Migas) sebagai penopang anggaran negara. Namun, Indonesia telah dikenal
sebagai negara produsen minyak pada era 1960-1990an, dan menjadi anggota
organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) pada 1961-2008.
Perwakilan dari Migas, Agus Cahyo mengatakan
dalam masa kejayaannya, Indonesia mengalami dua kali puncak produksinya.
"Puncak pertama terjadi pada 1977 dengan tingkat produksi minyak mentah yang
mencapai 1,65 juta barel per hari (bph) dan tingkat konsumsi yang hanya sekadar 300.000 bph," ungkap Agus Cahyo, Rabu
(23/9/2015),
saat diskusi "Mampukah Sektor Minyak dan Gas Tetap Bertahan Sebagai Penopang APBN
Indonesia ke
Depan?” di
Hotel Green Alia, Cikini, Jakarta.
Sementara itu, produksi yang sebesar itu
dihasilkan dari kegiatan produksi yang dilakukan secara primary recovery.
Kemudian, kedua terjadi pada 1995 dengan produksi minyak
mentah mencapai 1,6
juta bph dan tingkat konsumsi yang hanya 800 ribu bph.
Agus Cahyo menjelaskan puncak produksi minyak mentah yang kedua ini dapat tercapai dari hasil
kegiatan Enhancel Oil Recovery (EOR)2 dengan cara injeksi air dan injeksi uap. Namun, setelah itu produksi minyak mentah terus menurun hingga kini.
Menurut data dari Kementerian ESDM, kata Agus Cahyo, pada 1997 produksi minyak mentah Indonesia
sebesar 1,557 juta bph. Kemudian pada 2006 turun lagi menjadi 1,071 juta bph dan
pada 2007 merosot hingga dibawah angka 1 juta bph yakni,
952 ribu bph.
Lanjut Agus, ketika produksi minyak menurun
dapat dipastikan bahwa lifting minyak pun ikut menurun. Terlihat realisasi lifting
minyak Indonesia terus mengalami penurunan hingga 40 persen bila dibandingkan
tahun 2000.
Melihat kecenderungan penurunan ini, ungkap Agus, maka pada tahun APBN 2016
Pemerintah
menetapkan target lifting minyak bumi sebesar 830 ribu bph.
Sementara itu, target lifting ini sangat
realitis dengan situasi saat ini harga minyak bumi di pasar internasional yang
terus menurun sejak awal 2015.
"Angka target lifting tersebut belum final. Karena angka tersebut
masih dalam pembahasan di Komisi VII DPR RI," ungkap Agus. (dade)
0 Comments