Bambang Dwitoro: anggota dewan wajib mundur. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih menunggu pasca keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) tentang dibolehkan keluarga petahana atau politik
dinasti mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
“Kita masih menunggu
arahan dari KPU RI tentang adanya keputusan MK tersebut,” ujar Ketua KPU Kota
Tangsel Mohammad Subhan kepada TangerangNET.Com, Jumat (10/7/2015).
Subhan menjelaskan
setiap langkah yang diambil KPU Tangsel dalam melaksanakan Pilkada harus
mengacu peraturan KPU dan UU Pilkada.
Sampai sekarang ini belum ada arahan baik dari KPU Banten maupun dari KPU RI untuk
mengikuti keputusan MK tentang dibolehkan politik dinasti dalam pencalonan
Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Tangsel.
“KPU Tangsel institusi
berjenjang dan tidak boleh membuat peraturan tentang pelaksanaan Pilkada. Yang
membuat peraturan itu KPU RI. Oleh karena itu, KPU Tangsel masih belum
mengambil keputusan apa pun atas keputusan MK,” ungkap Subhan.
Senada dengan Subhan,
anggota KPU Tangsel Bambang Dwitoro yang
membidangi divisi hukum mengatakan
keputusan MK bukan hanya menyangkut politik dinasti. Ada beberapa keputusan MK yakni No. 33, 41,
dan 71 yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada.
Bambang menjelaskan
keputusan MK No. 33 berkaitan dengan pencalonan PNS, TNI/Polri, dan anggota
dewan. Pengunduran diri seorang PNS
ketika mencalonkan diri sebagai kepala daerah dilakukan bukan saat mendaftar.
Tapi dilakukan saat PNS, TNI/Polri sejak ditetapkan sebagai calon oleh KPU.
“Inilah bedanya antara
Peratuan KPU nomor 9 tentang Pencalonan dengan keputusan MK,” tutur Bambang.
Meskipun begitu, kata
Bambang, KPU Tangsel belum mengacu kepada keputusan MK. KPU Tangsel tetap
menunggu arahan dari KPU Banten dan KPU RI. “Apakah nanti KPU RI mengeluarkan
dalam bentuk surat edaran atau dalam bentuk peraturan KPU. Kita tunggu saja,”
jelas Bambang.
Begitu juga dengan
keputusan MK, kata Bambang, bahwa
sekarang ini anggota dewan baik tingkat kabupaten/ kota, provinsi, dan RI, bukan
hanya melayangkan surat ijin kepada pimpinan dewan tapi harus mengundurkan diri
saat pencalonan.
“Anggota dewan dari
semua tingkatan bila mencalonkan diri menjadi kepala daerah harus mengundurkan
diri sejak pencalonannya dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU,” tukas Bambang.
Sebagaimana diketahui baru-baru ini, MK membatalkan pasal yang
mengatur larangan politik dinasti dalam penyelenggaraan PIlkada. Begitu juga menyangkut pencalonan PNS,
TNI/Polri, dan anggota dewan. Hal ini sebelumnya sudah diatur dalam UU Pilkada
dan Peraturan KPU RI tentang Pencalonan Kepala Daerah. (ril)
0 Comments