Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kemenlu Investigasi Atas Meninggalnya 5 ABK di Kapal Taiwan

Kelima ABK semasa hidup: tidak diberi makanan.
  (Foto: Isitemwa)  
NET - Pihak Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) terus melakukan investigasi soal penyebab kematian lima orang Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang  bekerja dan meninggal dunia di atas dua kapal milik  perusahaan Taiwan, Hsin Chiang Fisheries Co Ltd pada 3 Mei 2015 lalu.

"Kami tidak bisa terima begitu saja atas kematian kelima orang ABK WNI ini. Karenanya kami akan melakukan investigasi secara mendalam,” .ujar M. Aji Surya, Kasubdit Repatriasi dan Bantuan Sosial pada Direktorat Perlindungan WNI  Kemenlu, saat menerima dan menyerahkan empat dari lima orang jenazah korban pada Budiman Pasaribu, Kasubdit Pelayanan Pemulangan BNP2TKI di Terminal Kargo Emirates, Bandara Soekarno Hatta (BSH), Minggu (7/6/2015).

Aji Surya menjelaskan apabila dalam investigasi tersebut ditemukan adanya pelanggaran, maka akan ditindaklanjuti kasus pelanggaran  kemanusiaan ini ke jalur hukum

Pasalnya, kata Aji Surya, kasus tersebut sangat memilukan. Selama dua bulan ABK itu  terkatung-katung di atas laut bagian Nagera Sinegal, karena dua kapal ikan milik perusahaan Chi Hsiang Fishery Co, Ltd asal Taiwan,  Bintang Samudra 68 dan Bintang Samudra 11, kehabisan bahan bakar. Akibatnya,  lambat laun mereka kelaparan dan kehausan karena  tidak mendapat suply makanan dan minuman.

"Di atas kapal kan ada kaptennya. Kenapa mereka tidak telpon perusahaan  atau KBRI di Dakar agar dapat membantu  mengatasi masalah tersebut.  Ini tidak masuk akal dan sungguh memilukan," tutur Aji Surya lirih.

Bahkan, lanjut Aji Surya, berdasarkan informasi sementara yang diterima pihaknya,  kapten kapal memiliki persediaan makanan dan minuman yang cukup.  Namun hanya disimpan untuk dirinya sendiri dan tidak bersedia membaginya kepada para ABK WNI.

Sedangkan  makanan dan minuman yang tersedia di atas kapal, hanyalah ikan yang telah dihancurkan sebagai umpan menangkap ikan.  Air yang tersedia pun berbau solar karena dialirkan melalui selang yang digunakan untuk memindahkan bahan bakar solar,” ungkap Aji Surya.

Sementara itu, katanya, makanan, minuman, dan obat-obatan  yang dikonsumsi oleh ABK di atas kapal juga sangat terbatas  dan tidak higienis serta beberapa di antaranya kadaluarsa. Akibatnya, sebelum meninggal dunia, kelima ABK WNI tersebut  mengalami gejala yang sama, yaitu lemas, sakit  perut, dan pembengkakan bagian tubuh.

Dan pada akhirnya, kata Aji Surya, kelima orang ABK  meninggal dunia di atas kedua kapal itu dalam waktu berdekatan, yaitu  23 April, 25 April, 27 April, 29 April, dan 3 Mei 2015. Namun  baru dilaporkan kepada KBRI Dakar dan otoritas  Senegal pada 7 Mei 2015, saat  kapal tertsebut berlabuh. Hasil dari  otopsi yang dilakukan oleh dokter forensik di Dantec Public Hospital, Dakar, disebutkan  meninggalnya kelima ABK WNI itu disebabkan karena kekurangan cairan ( malnutrisi) dan dehidrasi akut.

Kemudian pada Sabtu (6/6/2015) malam keempat jenazah korban itu dipulangkan ke Indonesia  dengan pesawat Emrates ( EK 358) rute Dubai – Jakarta. Sedangkan seorang jenazah lainnya langsung diterbangkan ke  Bandara Internasional Juanda Surabaya pada  Minggu, 7 Juni 2015, dengan nomor penerbangan Garuda (GA 850) Singapura – Surabaya.

Kelima korban itu adalah,  Rasjo Lamtoro asal Tegal , Jawa Tengah, yang  bekerja di perusahaan pelayaran di Taiwan itu melalui  PT Anugerah Bahari Pasifik - Pemalang.  Sardi asal Brebes , Jawa Tengah, yang diberangkatkan oleh PT Sumber Putera Abadi - Pemalang.  Roko Bayu Anggoro asal Gunung Kidul – Yogyakarta yang diberangkatkan oleh PT  Sumber Putera Abadi – Pemalang.  Ruhiyatna Nopiyansyah asal Subang – Jawa Barat yang diberangkatkan oleh PT  Arrion Mitra Bersama - Bekasi. Sedangkan  Hero Edmond Lusikooy yang jenazahnya diterbangkan langsung ke Bandara Juanda  asal Surabaya – Jawa Timur. Pemuda itu kerja di kapal Taiwan melalui PT Puncak Jaya Samudera. (man)


Post a Comment

0 Comments