![]() |
Ilustrasi, unjuk rasa mahasiswa dari berbagai kampus di depan Gedung DPR/MPR RI Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Foto: Istimewa) |
USAI mendapuk amanah selama 100 hari pertama, Pemerintahan
Prabowo-Gibran diberi kado oleh mahasiswa berupa aksi bertajuk “Indonesia
Gelap” yang digelar secara nasional. Puncaknya, Mensesneg Prasetyo Hadi naik ke
atas mobil komando lalu menerima sembilan aspirasi yang diberi tenggat waktu
dua hari.
Mengapa mahasiswa menggunakan narasi “Indonesia Gelap” dalam
aksinya? Jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gelap memiliki
arti tidak jelas, samar, atau tidak menurut undang-undang dan hukum yang
berlaku. Maka bisa disimpulkan Pemerintahan Prabowo-Gibran gelap.
Ada sejumlah contoh untuk menjelaskan hal itu. Misalnya,
kabinet gemuk yang memakan anggaran hingga dua kali lipat; kualitas Makan
Bergizi Gratis (MBG); kisruh gas melon 3 kilogram; kasus pagar laut, dan cawe-cawe
Jokowi (Joko Widodo). Selain itu, Indonesia seperti tidak memberikan harapan. Maka
muncul tagar #KaburAjaDulu.
Aksi “Indonesia Gelap” juga adalah jawaban dari klaim Jokowi
yang menyatakan tidak ada yang berani kritik Prabowo. Pada poin ini, mahasiswa
telah berhasil menaklukan kekhawatirannya tentang sosok Prabowo yang dianggap
bertanggung jawab atas hilangnya sejumlah mahasiswa pada tahun 1998.
Kekhawatiran yang sama juga sempat muncul dalam obrolan
sejumlah jurnalis saat Pilpres 2024. Ada yang menyatakan akan pergi ke luar
negeri untuk bekerja jika Prabowo menang. Ada juga yang ingin melanjutkan
studinya ke luar negeri kalau Prabowo unggul. Apakah hal itu juga yang menjadi
alasan #KaburAjaDulu?
Wanda Hamidah pun tercatat pernah mewanti-wanti terhadap
sosok Prabowo Subianto di media sosial medio 2014. "Jangan sampai nanti
enggak bisa ngekritik lagi, baru nyesel. Nanti punya media dibredel, baru
nyesel. Nanti enggak bisa ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) milih pemimpin atau
partai yang kita suka, baru nyesel," katanya.
Prabowo memang dinilai punya sisi kontroversial. Salah satu
yang disorot adalah kematangan emosi. Mahfud MD pernah mengisahkan ulang
tentang orang yang ditempeleng Prabowo. Selain suaranya yang berapi-api
(marah), Prabowo kadang menggebrak podium. Dan yang lebih sering belakangan ini
adalah celaan “Ndasmu”.
Namun, manusia punya sisi baik dan buruk yang saling adu
kuat, tidak terkecuali Prabowo Subianto. Cerita Mahfud MD saat menjadi tamu di
siniar Rhenald Kasali tentang orang yang digaplok tak berhenti di sana. Prabowo
menyesal usai menabok bawahannya lalu diberinya uang. Maka orang juga ingin
ditabok Prabowo.
Ikhtiar Prabowo untuk menyatukan tokoh tampak gigih. Semua
ingin difasilitasi. Seolah ia ingin fokus bekerja tanpa ada gangguan di
pemerintahan. Maka para pimpinan parpol diberi kue kekuasaan. Bahkan sejak pagi
buta ia mau menguji loyalitas mereka dengan menerima pencalonannya sebagai
Capres (Calon Presiden) 2029.
Adapun program populis yang membuat rakyat senang juga
diwujudkan, seperti diskon tarif listrik 50 persen; pembatalan PPN 12 persen;
dan Makan Bergizi Gratis. Ditambah lagi ketika mengumbar janji saat berpidato,
makin mendongkrak kepuasan dan optimisme publik terhadap dirinya yang dianggap
pro rakyat kecil.
Di balik itu, rakyat dan mahasiswa terus menanti Prabowo
melaksanakan kata-kata agar tidak tersandera omon-omon. Misalnya, pemberantasan
korupsi tanpa pandang kawan; penuntasan kasus yang merampas tanah rakyat dan
negara; deportasi tenaga kerja China; pembukaan lapangan kerja; dan penurunan
harga-harga.
Pemerintah jangan gagap, melainkan harus sigap dalam
menyerap tuntutan aksi “Indonesia Gelap”. Kalimat Luhut yang menyatakan “Kau
yang gelap” justru tidak menunjukkan empati terhadap isi aspirasi. Mestinya
Istana jangan membuat jarak dengan rakyat dan mahasiswa. Dengarkan aspirasi
mereka dalam ruang yang terbuka.
Rakyat dan mahasiswa punya dalil, pemerintah punya argumen,
temukan di Istana dalam perdebatan yang diliput media. Dan Prabowo pernah
mengucapkan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Maka selayaknya kehadiran
mereka tidak dihalangi beton dan kawat berduri. (***)
Bandung, 20 Februari 2025.
0 Comments