Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Guru Besar IPB: Pemberantasan Mafia Tanah Jangan Hanya Lips Service

Prof Ing Mokoginta (baju kaos biru).
(Foto: Istimewa)  



NET - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Ing Mokoginta  berharap  Perintah Presiden Jokowi untuk memberantas mafia tanah dan memberikan hak kepada korban perampasan bukan sekadar Lips Service.

Pasalnya, sampai saat ini banyak laporan korban perampasan tanah seperti diabaikan, termasuk laporan kasus perampasan tanahnya yang tak kunjung segera dituntaskan. Dia menduga ada oknum yang menjadi beking perampas tanah sehingga dirinya berniat membawa kasus ini ke Mabes Polri.

Pernyataan tersebut disampaikan Prof Ing Mokoginta dalam surat terbuka ketiga yang dibacakan di rumah dinasnya di Perumahan IPB, Bogor, Sabtu 24 Juli 2021. Prof ing mengaku kecewa dengan lambannya proses penyidikan oleh Polda Sulawesi Utara dalam kasus pemalsuan sertifikat di atas tanah miliknya seluas 1,6 hektar di Kotamobagu, Sulawesi Utara.

”Perampasan tanah SHM (Sertipikat Hak Milik-red) kami di Kotamobagu, sudah kami laporkan ke Polda Sulut empat tahun lalu. Kasus perampasan tanah kami sudah ditangani oleh 5 orang Kapolda. Terakhir, kami tahu direktur penyidik pun sudah diganti," ujar Prof Ing Mokoginta.

Prof Ing menjelaskan bukti-bukti tindak pidana perampasan tanahnya sangat kuat, di antaranya, Sertifikat aspal terbitan tahun 2009 di atas tanahnya sudah dibatalkan hingga inkrah (berkekuatan hukum tetap) di Mahkamah Agung. Namun hingga kini baru ada satu orang yang diperiksa dari 12 orang yang dilaporkan.

“Tapi upaya untuk menghambat penyidikan dilakukan pihak terlapor dengan cara menggugat lagi tanah kami,” tutur Prof Mokoginta. 

Menurut Prof ing, jika ini dibiarkan oleh pihak penyidik Polda Sulut maka sama saja sengaja ingin mengabaikan perintah Presiden dan Kapolri yang ingin mafia tanah diberantas.

“Saat ini, pihak terlapor Stella Cs justru menggugat kami di Pengadilan Negeri dengan menggunakan SHM yang sudah dibatalkan dan sudah ditarik kembali oleh BPN Kotamobagu. Bukankah hal ini merupakan suatu bentuk  tindak pidana penggunaan dokumen palsu lagi? Kami menduga ini upaya pihak terlapor dan komplotan mafia serta beking-bekingnya untuk menghambat proses penyidikan perkara pidana yang sudah kami laporkan," ucapnya.

Hal ini tentu tidak sejalan dengan perintah Presiden dan Kapolri untuk memberantas mafia tanah beserta beking-bekingnya.

Jika tak kunjung tuntas, Prof Ing berencana akan membawa kasus ini ke Mabes Polri dalam waktu dekat ini. Dia berharap, kasus ini dapat cepat selesai karena bisa langsung di awasi Kapolri.  

“Mengingat pengaduan kami telah direspon oleh Dir Tipidum (Direktur Tindak Pidana Umum), dan mengingat pula tidak terlihat ada kemajuan berarti dalam proses penyidikan di Polda Sulut, maka kami meminta kasus ini dilimpahkan ke Tipidum Mabes Polri. Kiranya, kami diberi petunjuk untuk memindahkan perkara kami ke Tipidum Mabes Polri sesegera mungkin. Sekali lagi, kami mohon bantuan Bapak Presiden dan Bapak Kapolri dalam penyelesaian perkara kami. Atas perhatian dan bantuannya, kami ucapkan banyak terima kasih," ujarnya.

Sementara di tempat terpisah, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) SK Budiardjo menjelaskan apa yang dialami Prof Mokohginta memang banyak yang dialami  para korban perampasan tanah lainnya. Menurut Budi, laporan kasus perampasan tanahnya di Cengkareng, Jakarta Barat, juga sempat mandeg saat ditangani di Polda Metro Jaya. Sehingga dia melimpahkan kasus tersebut ke Mabes Polri.

Karena itu, Budi meminta, para korban perampasan tanah harus menyiapkan data kepemilikan secara lengkap agar siap beradu data secara  dengan mafia perampas tanah. Budi menegaskan perampasan tanah bukan perkara perdata tetapi pidana. 

“Perampasan apapun bendanya bukan sengkata. ini bukan perkara perdata tapi pidana. Jadi korban perampasan  tanah harus siap adu data dengan mafia perampas tanah yang sudah dilaporka tindak pidananya kepada polisi,” tuturnya, saat zooming FKMTI dengan warga Muara Enim, Senin (27/6/2021).

Sedangkan Ketua Relawan Wira Lentera Jiwa (WLJ) Janes Yoshua  berharap Kapolri  yang baru bisa mewujudkan perintah presiden untuk memberantas beking mafia tanah, agar korban segera mendapatkan hak tanah mereka. Janes juga berharap, para relawan Jokowi yang duduk di KSP juga punya semangat yang sama membantu para korban.

“Saya yakin di bawah Kapolri yang baru, Pak Sigit, pemberantasan beking maia tanah bisa terlaksana. Kami bersama FKMTI siap bantu bapak Kabereskrim Polri, memberikan data-data valid milik para korban perampasan tanah. supaya korban segera mendapatkan haknya, tidak diseret-seret ke pengadilan perdata dan komplotan mafia tanah segera ditangkap,” pungkasnya. (btl)


 

Post a Comment

0 Comments