Ilham Hermawan dan Auliya Kasanova. (Foto: Istimewa/koleksi pribadi) |
NET – Sejumlah pakar dari perguruan tinggi menilai sudah
tepat Mahkamah Agung (MA) menolak
permohonan pengujian materil Peraturan Menteri PUPR Nomor 23/Prt/M/2018 tentang
Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Hal ini tergambar
setelah sejumlah pakar menyampaikan pendapatnya kepada TangerangNet.Com, Jumat
(1/11/2019).
“Dengan putusan Mahakamah Agung itu, memperkuat legalitas
dan subsansi Permen PPPSRS,” ujar Dr. M Ilham Hermawan, SH., MH, dosen Hukum
Tata Negara (HTN) Universitas Pancasila, Jakarta.
Ilham menjelaskan dengan ditolaknya permohonan Pengujian
Materil Peraturan Menteri PUPR Nomor 23/Prt/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik
dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) oleh Mahkamah Agung, maka secara
normatif tidak ada lagi yang dapat dipermasalahkan baik formiel maupun materiel
dari Permen PPPSRS tersebut, sebagaimana dipermasahan oleh beberapa pihak
selama ini.
Senada dengan Ilham Auliya Khasanofa, SH., MH, pakar HTN, Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (FH UMT) menyebutkan adanya pendapat
bahwa Kementrian PUPR tidak memiliki kewenangan untuk membentuk Permen PPPSRS,
terbantahkan oleh Putusan Mahkamah Agung ini.
Auliya Khasanofa menjelaskan dari segi kewenangan keberadaan
Permen PPPSRS tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 78 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Dasar kewenangan tersebut ada pada Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) serta Pasal 83 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.
Bahkan, kata Auliya
Khasanofa, Mahkamah Agung menilai
langkah Kementerian PUPR untuk menerbitkan Permen PPPSRS sangat tepat,
langka ini sebagai upaya mengisi kekosongan hukum karena sejak diundangkannya
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Presiden belum menetapkan
suatu Peraturan Pemerintah.
Selain itu, dari segi subtansi Ilham Hermawan, menekankan
cara pengambilan keputusan pemilihan pengurus dan pengawas, yakni diaturnya
sistem one man one vote. Menururt Mahkamah Agung tidak bertentangan dengan
Pasal 77 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun karena hal tersebut
bertujuan untuk melindungi kepentingan pemilik satuan rumah susun dari adanya
monopoli suara pihak-pihak tertentu.
“Begitu pula dengan permasalahan pembatasan kuasa untuk
menghadiri rapat musyawarah,” uccap Ilham.
Menurut Ilham Hermawan, yang juga Direktur Kajian Reformasi
Hukum dan Kebijakan Kolegium Jurist Institute, Putusan Mahkamah Agung telah menegaskan Permen PPPSRS tidak mengatur
pembatasan kuasa. Frasa yang digunakan dalam permen adalah “wakil Pemilik” yang
lebih menekankan pengaturan pada lembaga perwakilan. Adapun kuasa tertulis
diperlukan sebatas bukti untuk menentukan kebenaran data dari pihak-pihak yang diwakili
maupun yang mewakili.
Yang paling penting, kata Ilham Hermawan, putusan Mahkamah
Agung tersebut menyatakan yang dapat
dipilih menjadi pengurus dan pengawas adalah para pemilik bertempat tinggal di rumah
susun.
“MA berpendapat rumah susun merupakan tempat tinggal karena
pada prinsipnya rumah susun bukan hanya terdiri atas benda yaitu tanah, gedung,
dan fasilitas. Namun terdiri atas unsur manusia yang menghuni gedung tersebut,”
tutur Ilham Hermawan.
Pengelolaan, kata Ilham, bukan sekadar pengelolaan kebendaan
melainkan pula pengelolaan yang manusiawi serta memperhatikan penghuni sebagai
aspek yang harus pula dikelola. Maka, pengurus dan pengawas harus merupakan
para pemilik yang bertempat tinggal di rumah susun. (*/pur)
0 Comments