![]() |
Korban mafia tanah saat diterima di kantor Kementerian ATR/BPN Jakarta. (Foto: Bambang TL/TangerangNet.Com) |
NET - Warga korban
perampasan tanah kembali mendatangi kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pusat di Jakarta, pada Senin (25/11/2019). Mereka
mendesak agar BPN menggunakan
kewenangannya sebagai lembaga eksekutif untuk membatalkan SHGB/SHM yang sudah jelas cacat administrasi
dalam proses penerbitannya.
Para korban perampasan tanah yang tergabung dalam Forum
Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) tersebut, diterima oleh Kabag Humas
ATR/BPN serta Direktur Sengketa Tanah Wilayah 2 Firdaus beserta para
jajarannya.
Horison Mokodompit selaku Kabag Humas ATR/BPN meyakini warga
yang datang tersebut bukanlah orang-orang suruhan karena mereka membawa dokumen
tanah resmi yang mereka miliki, namun tanah mereka telah dikuasai pihak lain.
Horison menjelaskan Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk
memberantas mafia tanah. Karena itu pihaknya dengan senang hati menerima
masukan data dari para korban mafia tanah agar bisa menyelesaikan persoalan
perampasan tanah yang terjadi.
Ada juga tanah yang dimiliki dengan keputusan Presiden
seperti para transmigrans di Lahat, Sumatera Selatan dan warga relokasi warga
Senayan, tetapi tanah mereka dikuasai oleh perusahaan yang sama, yaitu Sinar
Mas. Selain itu juga tanah girik warga milik Rusli Wahyudi di BSD city, Kota
Tangsel, Propinsi Banten serta Sammy di Sawangan Golf, Depok, Jawa Barat,
dikuasai juga oleh Konglomerat. Sedangkan 260 warga Kiray Cipete memiliki
tanah verponding namun di atas tanah mereka sudah ada SHM.
Ketua FKMTI Budi Kendi menegaskan warga yang tergabung dalam
FKMTI adalah korban perampasan tanah yang dipaksa bersengketa. Sengketa dan
perampasan tanah sangat berbeda. Perampasan tanah, pemilik tanah tidak pernah
menjual kepada perampas, tidak ada hubungan bisnis atau pun keluarga tetapi
tanahnya dikuasai oleh para mafia tanah.
"Jadi, BPN jangan menyuruh korban perampasan tanah ke
pengadilan. Tanah mereka dirampas dan si perampas pasti menang karena punya
uang untuk membeli mafia peradilan," tegasnya.
Guna menyelesaikan kasus perampasan tanah yang dialami oleh
masyarakat tersebut lanjutnya, BPN cukup membuka dokumen warkah tanah dan
menguji kebenaran dokumen yang dimiliki korban perampasan tanah dan si perampas
tanah.
"BPN tinggal buka laci dokumen, adu data antara dokumen
milik korban dan pihak perampas tanah, saya yakin, 2 hari selesai. Buka lacinya
akan selesai persoalan tanah di Indonesia," tandasnya.
Sedangkan Sekjen FKMTI Agus Muldya menjelaskan kedatangan
mereka selain untuk memberikan data dan dokumen korban perampasan tanah juga
untuk memberi saran kepada pihak Kementerian ATR/BPN agar mempercepat proses
penyelesaian kasus perampasan tanah sesuai aturan yang berlaku.
"FKMTI ingin membantu pihak ATR/BPN untuk
menindalanjuti arahan Bapak Presiden Jokowi pada 3 Mei 2019 lalu, agar lembaga
terkait untuk segera menyelesaikan berbagai kasus perampasan tanah yang dialami
oleh warga masyarakat di Indonesia. Ini kewenangan eksekutif, jangan dilempar
menjadi ranah yudikatif. Permen nomor 11 tahun 2016 jelas, BPN bisa Membatalkan
Sertifikat yang cacat administrasinya," ujar Agus.
Menurut Agus, berlarutnya kasus perampasan tanah karena
Mafia tanah bukan cuma ada diluar sistem, tetapi mereka pasti ada yang bermain
di dalam sistem BPN.
"Korban perampasan tanah seperti Anie Sri Cahyani tidak
pernah menjual tanahnya. Pernah diseret
ke pengadilan dan dikalahkan, tapi tahun 2019 ini terbukti oleh BPN, tanahnya
memang milik Anie, apakah harus balik ke pengadilan lagi ? Begitu juga Robert
Sudjasmin, beliau beli dari lelang negara dan sudah di verifikasi oleh BPN
sebelum di jual kepadanya. Lalu setelah balik nama sertifikatnya tidak pernah
sampai kepada Robert. Padahal nomor risalah lelangnya beda, lokasi tanah beda
dan nomor giriknya juga beda dengan punya pak Robert. Bagaimana ini bisa
terjadi, karena tanah itu kan tidak
pernah dijualnya, apakah pengadilan bisa menjadi tempat jual beli tanah, "
ungkapnya.
Agus juga mengingatkan agar BPN jangan sampai, korban
perampasan tanah meninggal di atas tanahnya sendiri seperti yang dialami Kol
(pur) Triyanto di Balikpapan Kalimantan Timur. "Almarhum meninggal saat
sedang menengok pagar tanahnya yang dirobohkan orang. Almarhum berjuang bersama
dengan 300 warga lainnya pemilik SHM," tandasnya.
Yang pagar tanahnya di robohkan tetapi mengadunya sulit
sekali, sampai minggu lalu suaminya alm Kolonel (pur)Triyanto ditemukan
meninggal. Dan 3 kasus yang punya girik lalu muncul SHGB , dan menyeret mereka
ke pengadilan. Padahal mereka mengaku tidak pernah menjualnya. Yaitu pak
Supardi Kendi Budiardjo di Jakarta Barat, Sutarman Wahyudi di BSD city Kota
Tangsel serta Sammy di sawangan, Depok.
Dengan melihat semua ini maka FKMTI mengajak kepada BPN
untuk sama- sama buka data dan logika proses. Perlu juga disampaikan bahwa
FKMTI juga berencana akan bertemu dengan Kapolri serta pimpinan lembaga tinggi
negara lainnya. Dalam rangka bela negara dan membantu supaya persoalan seperti
ini bisa segera diselesaikan. (btl)
0 Comments