Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pilkada Tangsel: Waspadai Mobilisasi Suara-suara Ghaib

 Oleh  Dodi Prasetya Azhari SH



Add caption
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) memang kerap dihantui persoalan daftar pemilih. Ini karena dalam prosesnya pada tahap pendataan sangat rentan terjadi manipulasi untuk kepentingan pihak tertentu. Karena itu, harapan besar terhadap peran Komisi Pemilihan Umum ( KPU) dalam penyelenggaraan proses pelaksanaan demokrasi  ini menunjukkan kredibilitasnya. Salah satu peran dasar yang harus KPU terus lakukan adalah berperan aktif dalam sosialisasi, tidak perlu menunggu dalam pendaftaran calon pemilih.

Berdasarkan fakta yang ada kemarin saat KPU Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menggelar rapat pleno penetapan daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada Kota Tangsel 2015. Dua pasangan peserta Pilkada Kota Tangsel, Ikshan Modjo-Li Claudia dan Arsid-Elvier menolak hasil pleno tersebut.  Karena terindikasi ada DPS yang bermasalah.

Dengan demikian, hanya pasangan Airin-Benyamin yang menyetujui penetapan DPT Tangsel 2015. Dari Daftar Pemilih Sementara (DPS) sebanyak 939.674 pemilih, setelah dilakukan perbaikan dan pencermatan, serta hasil pleno di  Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terdapat pengurangan sekitar 5 ribu, KPU Tangsel akhirnya menetapkan DPT menjadi 934.674.

Penetapan DPT Kota Tangerang Selatan sejumlah 913.437 pemilih disambut keraguan oleh tim pasangan calon (paslon) Arsid-Elvier,tim pemenangan Arsid-Elvier memperkirakan jumlah DPT Tangsel mestinya tidak sebanyak itu. Ini berdasarkan akumulasi temuan pemilih ganda yang dilansir tim paslon Arsid-Elvier dan Ikhsan Modjo-Claudia, serta Panwaslu. Sebelumnya, tim paslon Arsid-Elvier menemukan data DPS ganda dan tak sempurna sebesar 91.915 pemilih. Sedangkan panwaslu sebanyak, 9.113 pemilih. Sementara tim Ikhsan Modjo-Claudia menemukan 70.097 pemilih ganda dalam DPS.

Kekhawatiran jumlah DPT yang belum jelas statusnya itu berpeluang dimanfaat oleh orang-orang tidak bertanggungjawab. Apalagi selisih yang muncul cukup besar.

Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian publik diantaranya adalah mencegah eksodus warga menuju daerah-daerah yang sedang menyelenggarakan Pilkada 9 Desember 2015.  Eksodus warga pada akhirnya dikhawatirkan menciptakan suara-suara ghaib untuk mendukung salah satu pasangan calon.
Kemungkinan strategi mobilisasi suara antar daerah perlu digarisbawahi dan diwaspadai secara kolektif. Peluang besar akan terjadinya hal tersebut yakni ada mobilisasi suara di beberapa titik perbatasan daerah.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) mesti mengawasi mobilisasi suara pemilih dengan baik. Kekhawatiran di kemudian hari sengketa pilkada di MK akan didominasi kasus mobilisasi pemilih.

Salah satu upaya ruang, tempat paling rawan terhadap praktik-praktik curang saat Pilkada ada di kecamatan. Jadi, perlu perhatian dan bimbingan lebih besar kepada camat. Bahkan keterlibatan masyarakat juga diperlukan sebagai upaya pengawasan terhadap kinerja camat dan perangkat pendukungnya untuk tetap adil dan netral.

Camat adalah koordinator desa atau kelurahan sehingga seluruh permasalahan merupakan tanggung jawab pejabat tersebut. Permintaan keprofesionalitasan camat bersikap netral dan adil dalam pelaksanaan proses demokrasi menuju kesejahteraan publik.

Karena itu, sewajarnya camat mempunyai tanggung jawab untuk terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan TNI yang berada di tingkat kecamatan. Mekanisme koordinasi ini sangat tepat di lakukan untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan-kecurangan dalam proses pelaksanaan demokrasi. Dan upaya koordinasi ini juga dapat mempunyai manfaat sebagai upaya deteksi dini terjadinya kerawanan konflik dalam Pilkada.

Penulis adalah:

Ketua Umum Suara Kreasi Anak Bangsa (SKAB)

Post a Comment

0 Comments