Slip gaji karyawan PT AI yang bekerja 16 tahun. (Foto: Syafril Elain, TangerangNET.Com) |
NET – Karyawan PT
Aerofood Indonesia (AI) perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia makanan siap
saji untuk penumpang pesawat milik PT Garuda Indonesia, mencurigai adanya unsur
tindak korupsi dibalik skorsing 700 orang karyawan.
Ketua Serikat Karyawan
PT AI Tavip pada saat berdialog dengan Komisi II DPRD Kota Tangerang, Jumat
(9/10/2015) menyebutkan manajemn PT AI tidak mau menggunakan Surat Keputusan No. 5055 tahun 2010 tentang
Remunerasi Karyawan di lingkungan PT Angkasa Citra Sarana Catering Service.
“SK tersebut diterbit
sejak 2010 tapi sampai sekarang manajemen PT AI belum mau menggunakannya
sebagai dasar pembayaran gaji dan bonus kepada karyawan. Ada apa mereka tidak
mau membayar gaji dan bonus atas SK tersebut,” ujar Tavip bersemangat.
Tavip menyebutkan bila
SK tersebut dijadikan dasar pembayaran gaji dan bonus, maka terjadi selisih
pembayaran kepada setiap karyawan rata-rata Rp 600 ribu. Sekarang ini ada 1.100
karyawan PT AI dan usia SK tersebut sampai sekarang sudah hampir 5 tahun
ditambah dengan gaji ke-13, tunjangan kinerja,
dan lainnya ketemu 86 bulan.
“Bila dikalikan akan
ketemu angka sekitar Rp 56,76 miliar.
Ini hak karyawan yang tidak dibayarkan manajemen. Bila uang tetap dikeluarkan
tapi tidak dibayarkan, hal ini patut diduga sebagai tindak pidana korupsi,”
ungkap Tavip.
Manurut Tavip, setiap
karyawan yang diskorsing dipanggil satu per satu kemudian diberikan tiga
tuntutan yang harus dipatuhi yakni satu, tidak menuntut lagi remunerasi. Kedua,
mau menerima peringatan dan tidak
menerima bonus. Ketiga, diminta untuk ke luar dari Serikat Kerja.
“Saya mencermati
tuntutan manajemen tersebut ada unsur paksaan dan sangat merugikan karyawan.
Ini perlu diusut kebenarannya,” tukas Tavip.
Sementara itu,
Sekretaris SK PT AI Ahmad Hidayat mengatakan
pihaknya sudah mengkaji isi SK tersebut dari berbagai segi. “Bahkan kami sudah
berkonsultasi dengan pakar yang ada di
Universitas Indonesia (UI-red). Isi SK tersebut menurut pakar yang ada UI,
sudah benar dan harus digunakan untuk pembayaran gaji dan bonus atau
remunerasi,” ungkap Ahmad Hidayat.
Meskipun begitu,
Komisi II DPRD Kota Tangerang tidak mau menanggapi hal yang berkaitan dengan
korupsi. “Soal korupsi bukan wewenang DPRD,” ujar Amarno, anggota Komisi II
DPRD Kota Tangerang dari Fraksi Gerindra. (ril)
0 Comments