Dailami Firdaus: kemampuan tidak sebesar DKI Jakarta. (Foto: Istimewa/senayanpost.com) |
NET - Relawan Kesehatan Indonesia (Rekan Indonesia) menilai
penolakan Menteri Kesehatan (Menkes) terhadap program pengobatan gratis dengan
hanya menggunakan E-KTP (Kartu Tanda Penduduk-elektronik) membuktikan Menkes
tidak memahami problem lokal di setiap daerah.
Kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)-nya untuk dapat
mendaftarkan semua warga miskinnya sebagai peserta JKN PBI, setiap daerah tidak
sama.
Hal itu diungkapkan oleh Dewan Pembina Rekan Indonesia Prof.
DR. Dailami Firdaus dalam siaran persnya yang dirilis oleh Kolektif Pimpinan
Nasional (KPN) Rekan Indonesia di Jakarta, Senin (12/3/2018).
"Tidak semua daerah memiliki APBD sebesar DKI Jakarta yang mampu memasukan semua
warganya yang tidak mampu langsung menjadi peserta JKN PBI (Jaminan Kesehatan
Nasional – Penerima Bantuan Iuran-red)," ujar Bang Dailami sapaan akrab
Prof. DR. Dailami Firdaus yang juga senator Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia (DPD RI) asal DKI Jakarta.
Dailami menjelaskan
sudah menjadi kewajiban Pemerintah daerah untuk melindungi dan menjamin
warganya dapat menikmatin fasilitas kesehatannya sesuai dengan UUD45 dan UU
Pemerintahan Daerah.
"Mestinya Menkes mencarikan solusi terhadap problem
jaminan kesehatan bagi warga miskin di daerah yang selama ini tidak tercover ke
dalam skema kepesertaan JKN PBI baik yang dibayarkan preminya oleh APBN maupun
APBD. Bukan hanya sebatas menolak rencana program daerah dalam rangka kewajiban
melindungi warga daerahnya," tutur Dailami.
Menurut Dailami, apa yang direncanakan oleh Gubernur dan
Wakil Gubernur Banten H. Wahidin Halim dan Andika Hazrumy seharusnya didukung
dalam upaya mewujudkan Indonesia Sehat yang diprogramkan oleh Pemerintah pusat.
Selama ini, siapa yang mau bertanggungjawab terhadap nasib warga miskin yang
tidak masuk ke dalam kepesertaan PBI di setiap daerah.
"Apalagi yang mau dijamin oleh Pak Gubernur Banten
adalah 2,5 juta warga miskin Banten yang tidak masuk kriteria miskin dalam
sensus BPS (Badan Pusat Statisk-red) sehingga belum terdaftar sebagai peserta
JKN PBI. Seharusnya, Menkes mempertanyakan hasil sensus kemiskinan BPS kok bisa
ada 2,5 juta warga miskin Banten yang tidak masuk ke dalam kriteria miskin
sehingga bisa masuk ke dalam skema premi JKN PBI lewat APBN," papar
Dailami.
Dailami menyatakan yang direncanakan oleh Gubernur Banten
dengan menjamin pengobatan gratis ketika sakit kepada 2,5 juta warga miskin
Banten dengan hanya menggunakan E-KTP tidak akan mengganggu program JKN yang
dijalankan oleh BPJS Kesehatan karena 2,5 juta warga miskin itu akan dijamin
ketika mereka sakit saja.
"Tinggal sekarang bagaimana mekanisme pembiayaannya
agar pengobatan gratis dengan E-KTP untuk 2,5 juta warga miskin Banten itu bisa
tepat sasaran. Sekaligus Gubernur Banten juga harus memfokuskan pada program
preventif dan promotif di daerahnya agar kualitas kesehatan warga Banten bisa
semakin bagus. Jika dibutuhkan Kader Rekan Indonesia Banten siap membantu
pembangunan preventif dan promotif yang melibatkan peran partisipasi warga
Banten," ucap Dailami. (rls/ril)
0 Comments