Leo Agustino: menyalahi etika ASN. (Foto: Istimewa) |
NET - Pencalonan Sekretaris Daerah
(Sekda) Provinsi Banten Ranta Soeharta pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018
Kota Serang beberapa waktu lalu terus menuai kontroversi. Meski tidak jadi
lantaran tidak ada pendamping, namun apa yang dilakukan Ranta dinilai telah
melanggar UU Nomor 5 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010.
Akademisi Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten yang juga pakar politik Leo Agustino, PhD menyebutkan
dalam Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 10 tahun 2016 seluruh warga negara
memang berhak dipilih dan memilih, namun sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)
ada aturan yang tidak boleh dilanggar. Pencalonan Ranta khususnya kasak-kusuk
mencari dukungan adalah salah satu tindakan yang bertentangan dengan asas
netralitas ASN.
“Sekda di sini menyalahi etika
ASN karena beliau terlihat mondar-mandir mencari dukungan partai politik.
Bedakan antara ASN yang dicari dengan ASN yang mencari dukungan, kalau
kelihatan kasak-kusuk cari dukungan partai akan merusak independetnnya ASN ”
ujar Leo kepada wartawan di Kota Serang, Kamis (1/2/2018).
Bukan hanya menabrak UU tersebut,
bahkan Ranta juga dinilai telah melanggar Surat Edaran Kementerian
Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) No B/71/M.
SM.00.00/2 017 yang isinya tentang Netralitas bagi ASN pada penyelenggaraan
Pilkada serentak.
Pencalonan Sekda memang gagal
lantaran satu-satunya partai pendukung yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
mengalihkan dukungannya ke calon lain. Namun sebelum hal itu terjadi, Ranta
sempat menyambangi beberapa partai politik termasuk Nasional Demokrat (Nasdem),
Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Demokrat. Bahkan dalam satu kesempatan, Ranta
terlihat menggunakan pakaian Partai Nasdem.
Dalam kajian Jarinag Rakyat untuk
Demokrasi dan Pemilu (JRDP) ada beberapa fakta Ranta dinilai telah menyalahi UU
ASN, misalnya pada Sabtu, 8 Juli 2017, ia mendatangi kantor Dewan Pimpinan
Cabang (DPC) Partai Demokrat untuk mengembalikan formulir pendaftaran Bakal
Calon Walikota Serang. Kemudian Sabtu, 22 Juli 2017, Ranta juga mendatangi kantor
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem untuk mengembalikan berkas pendaftaran
pencalonan bakal calon Walikota.
Fakta berikutnya yang menguatkan
Ranta telah menyalahi UU ASN yakni Jumat, 13 Juli 2017, Ranta mendatangi kantor
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hanura untuk mengembalikan formulir
pendaftaran bakal calon Walikota. Kemudian pada Rabu, 2 Agustus 2017, Ranta
kembali menyambangi Partai Hanura untuk menyampaikan Visi Misi sebagai Bakal
calon Walikota Serang. Penyampaian Visi-Misi juga pernah dilakukan Ranta di
hadapan pengurus dan kader Partai Demokrat dan PKS.
Kasak-kusuk Ranta ke sejumlah
partai politik inilah yang kemudian melatar belakangi JRDP dan Banten Institut
melaporkannya ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Kemendagri dan kemenPAN-RB,
serta ke Gubernur Banten.
Koordinator JRDP Nana Subana mengatakan
tidak mempermasalahkan UU Pilkada karena seluruh warga negara memang memiliki
hak untuk dipilih dan memilih. Namun yang menjadi persoalan adalah apa yang dilkaukan
Ranta yang posisinya sebagai ASN aktif dengan jabatan Sekda telah mencederai
netralitas ASN.
"Udah banyak kan spanduk,
banner, dan lain-lain yang ditempel di sektitar Kota Serang, harusnya Ranta
sudah turun satu tingkat selama 3 tahun. Ini sesuai dengan PP no 53 tahun 2010
tentang Disiplin pegawai Negeri Sipil,” tutur Nana, Rabu (30/1). (*/ril)
0 Comments