Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Silat Minangkabau Dalam Film Laga di Amerika

Adegan film karya Livi Zheng.
(Foto: Dade, TangerangNET.Com)  
NET - Sebuah film action pada masa kini membutuhkan fighting choreographer untuk menghidupkan adegan perkelahian sehingga tampak nyata dan meyakinkan. Demikian pula halnya dengan film terbaru karya Livi Zheng yang keseluruhannya berlokasi syuting di Los Angeles.

Pertemuan Livi Zheng dan Yayan Ruhian terjadi pada saat keduanya diundang sebagai bintang tamu dalam acara talkshow Hitam Putih pada tanggal 11 Juni, 2015. "Ternyata mereka menemukan kecocokan dalam pembicaraan hingga dalam waktu singkat terjalin persahabatan," ujar salah seorang Silat Khas Minangkabau dari Sumatera Barat, Yayan Ruhian, Selasa (9/8/2016), di NAM Hotel, Jalan Angkasa Kav. B 10 No. 6, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Sementara itu, setidaknya ada 16 fighting scene dalam film tersebut. Sebagian telah diselesaikan oleh Livi bekerja sama dengan fighting choreographer dari Hollywood. Namun, Livi mempunya ide untuk menambahkan jurus-jurus silat khas Indonesia, yang tentu saja bisa digarap oleh aktor laga dan penata koregrafi kenamaan Yayan Ruhian.

Dia mengatakan gayung bersambut kata berjawab, ajakan Livi Zheng diterima adengan sangat bersemangat oleh bersangkutan. "Bahkan, dalam tempo singkat Yayan Ruhian telah menggubah adegan-adegan perkelahian yang menakjubkan antara Ken Zheng melawan kawanan bodyguard mafia," ujarnya.

Oleh karena itu, adegan itu diceritakan berlangsung ketika Jian (tokoh yang diperani oleh Ken Zheng) menerobos ke sarang gembong mafia. Ketika menyaksikan hasil kerja Yayan Ruhian, sutradara Livi Zheng merasa cukup puas dengan tambahan durasi adegan jurus silat khas Indonesia.

"Sebelum ini, Yayan Ruhian sudah berpengalaman menjadi Fight Chereographer untuk film-film antara lain ; The Raid, The Raid 2: Berandal, dan Merantau. Sekarang setelah bekerja sama dengan Livi Zheng, dapat dipastikan namanya sebagai penata laga akan lebih dikenal lagi secara internasional," ungkap Yayan.

Livi, tak hanya satu di antaranya sedikit sekali sutrada perempuan Indonesia, namun usianya yang masih relatif belia, ia sanggup menembus kerasnya rimba perfilman Hollywood, dan sebuah pencapaian yang tak bisa dipandang sebelah mata. Namun, ada kebanggan sebagai sesama Anak Bangsa. "Kekaguman saya semakin besar ketika mendengar penuturannya bahwa karya pertamanya "Brush with Danger", skenarionya sudah ditolak dari tiga puluh kali," tutur Yayan.

Sementara itu, dengan kegigihanya, akhirnya film tersebut dapat diproduksi dan ditayangkan di Amerika Serikat, Indonesia dan negara-negara lainya. Perjuangannya berliku, lanjut Yayan, tehah melewati berbagai tahap sebelum akhirnya dipercaya duduk di kursi sutradara.

Passionnya yang begitu besar akan dunia film dan seni bela diri telah mengantarkannya ke titik dimana dia berada saat ini. "Namun, sebuah kebanggan bagi saya, ketiak Livi menghubungi saya dan mengajaknya bergabung dalam proyek terbarunya Insight," ujarnya. (dade)

Post a Comment

0 Comments