Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Nasir: Bio Diversity Perlu Digali Terus agar Obat Tidak Mahal

Menteri Ristekdikti M. Nasir terima cindera mata.
(Foto: Dade, TangerangNET.Com)  
NET Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mendorong pengembangan penelitian sel punca dan kanker di Indonesia. Dengan harapan penyakit tidak menular yang memerlukan biaya tinggi bisa diperbaiki dengan kemajuan teknologi.

Menristekdikti Mohammad Nasir mengungkapkan harapannya bio diversity di Indonesia harus digali terus. Supaya apa? Supaya obat itu tidak jadi mahal, kalau obat mahal akibatnya masyarakat tidak dapat menjangkau.

"Mudah-mudahan stemcell yang digarap para peneliti bisa menjadi produk inovasi yang memiliki manfaat untuk Indonesia. Syukur-syukur ke depan bisa menjadi produk eksport ke negara-negara lain," ujar Nasir kepada wartawan, Rabu (6/1/2016).

Saat ini, kata Nasir, ada 11 rumah sakit yang menjadi tempat riset sel punca di Indonesia. Dia menilai dengan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia, pengembangan terapi sel punca akan sangat dibutuhkan mengingat manfaat sel punca salah satunya adalah terapi penyakit bersifat degeneratif. Namun, Stem cell ini kan disebut bahan bakunya berasal dari plasenta, tali pusat dan sel lemak. Kita mendorong pengembangan stem cell ini.

"Pemerintah akan memfasilitasi pengembangan salah satu yang kami kembangkan di Dewan Riset Nasional adalah di bidang health and medicine. Memasuki bonus demografi Indonesia sampai tahun 2030 kita harus menyiapkan sumber daya yang produktif dalam produktif yang sehat," ujar Nasir.

Saat ini Stem Cell and Cancer Institute (SCI) yang diinisiasi oleh Kalbe Farma sedang mengembangkan penelitian sel punca dan kanker. Terapi sel punca dan kanker diyakini bisa menjadi dasar terapi pada masa mendatang untuk menggantikan obat dan terapi konvensional.

Direktur SCI Sandy Qlintang mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk melakukan penelitian translational sel punca dan kanker yang bermanfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.

"Laboratorium SCI sudah mendapat izin resmi dari Kementerian Kesehatan untuk memproses pengembangbiakan sel. Jadi, kita sudah komersialisasikan sejak 2014 untuk yang autologous dan yang allogenic sementara kita masih kembangkan," kata Sandy, Rabu (6/1/2016), kepada wartawan di Stem Cell and Cancer Institute Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 2 Pulomas, Jakarta Timur.

Sementara itu, di dunia belum ada riset allogenic stemcell yang bukan dari tubuh manusia sendiri. Oleh sebab itu. menurutnya masih ada kesempatan lebar bagi para peneliti dalam negeri untuk bersaing dalam riset sel punca. Tantangan yang dihadapi oleh peneliti dari pihak swasta saat ini adalah penyediaan anggaran penelitian, penyediaan bahan penelitiaan serta ketergantungan terhadap bahan baku yang masih diimpor dari luar negeri.

Sandy menjelaskan riset sel punca SCI didirikan 2006. Lembaga ini aktif terlibat dalam riset matrik tali pusat sebagai sumber baru sel punca mesenkimal. "Hasil penelitiannya akan menjadi dasar upaya selanjutnya untuk melihat aspek-aspek klinis bagi terapi penyakit kardiovaskuler atau penyakit degeneratif," ujarnya.

Namun di bidang penelitian kanker, kata Sandy, SCI lebih memfokuskan pada studi kanker paru dan payudara. SCI juga memiliki Regenerative and Cellular Therapy atau Regenic untuk memberikan pelayanan pemrosesan sel punca dalam klinik untuk kebutuhan terapi berbagai penyakit.

Regenic sedang memfokuskan pada terapi untuk penyakit osteoarthritis yaitu jenis penyakit akibat kerusakan atau hilangnya tulang rawan pada sendi sebagai bantalan antar tulang terutama pada lutut, katanya. (dade)

Post a Comment

0 Comments