Berita Terkini

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Meski Tunggu Ijin, ECCT Telah Membantu Ribuan Penyitas Kanker

M. Nasir: perlu pendampingan.
(Foto: Dade, TangerangNET.Com)   
NET - Penyitas kanker pengguna Electro Capacitive Canser Therapy ( ECCT) bergembira atas dilanjutknnya layanan ECCT dr Warsito Purwo Taruno. Kami berharapa Pemerintah memberikan perhatian yang lebih, karena ECCT ini telah membantu ribuan penyitas kanker mengatasi kanker dengan kualitas hidup yang lebih baik,” ujar Indra Abidin kepada wartawan, Senin (11/1/2016).

Ketua Yayasan Lavender Indonesia (YLI) Indira Abidin mengatakan pemberian izin ECCT akan turut menyelamatkan nyawa penyitas kanker lain di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), sedang melakukan sidang review untuk membahas riset ECCT.

"Kami dari Yayasan Lavender Indonesia sangat mendukung penuh proses riset ini," tutur Indra Abidin, Senin (11/1/2016), saat kunjungan Menristekdikti ke Pusat Penelitian Kanker dan Fisika Medis (PPKFM)  Dr Warsito Purwo Taruno.

Indra menyebutkan  pihaknya diminta agar dalam menunggu keputasan final, sementara  sel kanker terus berkembang, tanpa menunngu hasil riset. Saat ini  sudah ratusan orang  menunggu untuk bisa memanfaatkan ECCT dan banyak di antara mereka yang sudah diangggap tak punya harapan hidup lagi. Untuk itu, agar diberikan izin dari pihak terkait untuk menggunakan ECCT, maka akan terselamatkan ratusan nyawa manusia,” ungkap Indra.

Indira menjelaskan pihaknya meminta kepada Pemerintah agar riset-riset yang menggunakan ECCT ini dapat digunakan di rumah sakit. Kalau hal ini bisa dilakukan maka akan sangat membantu penderita kanker yang ada di Indonesia.

"Karena biayanya akan jauh lebih terjangkau ketimbang harus berobat ke luar negeri," ujarnya.

Sementara itu, keberadaan riset layanan ECCT yang telah ada saaat ini tetap perlu dipertahankan untuk mengisi minimmnya infrastruktur kesehatan yang ada. Dari sekian ribu penderita kanker di Indonesia, baru mampu terlayani sekitar 15 persen pasien kanker yang ada di Indonesia.

"Banyak rakyat yang saat ini sudah antre untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Maka perlu kiranya untuk membuka terus riset dan layanan ECCT yang ada untuk menutup kekurangan infrastruktur tersebut," ungkap Indira.

Menristekdikti Nasir mengatakan  tidak ingin alat Dr Warsito berkembang tak sesuai aturan sehingga terjadi seperti kasus yang menimpa klinik Chiropractic First belakangan ini. Seorang pasien harus kehilangan nyawanya diduga karena menjalani terapi medis yang tak sesuai prosedur.

Dr. Warsito Purwo Taruno dan alatnya.
(Foto: Istimewa) 
Oleh karena itu, perlu ada Prosedur Standar Operasional (SOP) yang jelas ketika alat dikembangkan bersama-sama antara tim dari Warsito dan pihak rumah sakit pendidikan yang akan terlibat. Pihak Kemenristekdikti dengan Kemenkes rencananya akan melakukan rapat dalam waktu dekat terkait hal tersebut.

"Jangan sampai terjadi kalau sampai ditutup'. Ini kan yang tidak menggunakan metodelogi yang baik," seperti si chiropractic. Akhirnya sampai ada yang meninggal, saya bilang 'ya kalau yang begini wajarlah," kata Menristekdikti Nasir ketika mengunjungi laboratorium Dr Warsito di Tangerang. (dade)




Post a Comment

0 Comments